Keterangan : seorang nelayan tradisional, Amaq Jenen (39) saat diwawancarai media ini.
Lombok Timur. Radio Arki – Aktivitas tambak udang yang beroperasi di wilayah pesisir Desa Pandan Wangi, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, diduga menjadi sumber utama pencemaran laut yang mengancam ekosistem pesisir dan mengganggu mata pencaharian masyarakat nelayan. Sejumlah warga menuding perusahaan tambak membuang limbah langsung ke laut tanpa pengolahan yang memadai, sehingga memicu kerusakan lingkungan dan berdampak serius secara ekonomi dan kesehatan.
Amak Jenen (39), salah seorang nelayan tradisional yang telah lebih dari dua dekade mencari nafkah dari laut, mengaku bahwa hasil panen lobsternya menurun drastis dalam beberapa bulan terakhir. Menurutnya, sejak aktivitas tambak udang meningkat di sekitar wilayah pesisir, kualitas air laut berubah dan berdampak langsung pada kelangsungan budidaya lobster yang ia kelola.
“Dulu saya bisa panen lima sampai tujuh kilo lobster dalam seminggu. Sekarang, satu kilo pun sulit didapat. Banyak lobster mati sebelum sempat dipanen. Air laut sekarang keruh, dan baunya seperti bahan kimia,” ungkapnya saat ditemui di perahunya yang bersandar di tepi pantai, Senin (29/4/2025) lalu,
Selain mengalami kerugian secara ekonomi, Amak Jenen juga mengeluhkan gangguan kesehatan akibat paparan air laut yang tercemar. Ia menunjukkan iritasi pada kulit lengannya yang timbul setelah berhari-hari beraktivitas di laut. “Biasanya setelah mandi laut badan terasa segar. Sekarang malah gatal, perih, dan muncul ruam,” katanya.
Keluhan serupa disampaikan Sahrul (31), nelayan muda yang juga merupakan anggota kelompok nelayan lokal. Ia menyatakan bahwa beberapa jenis ikan yang dulunya mudah ditemukan, seperti baronang dan kerapu, kini mulai langka. Sahrul menyebutkan bahwa pencemaran ini diduga kuat berasal dari saluran pembuangan tambak yang langsung mengalir ke laut tanpa sistem pengolahan limbah.
“Kami melihat sendiri, air buangan dari tambak itu langsung masuk ke laut. Tidak ada instalasi pengolahan limbah. Sekarang air laut terasa berlendir dan ikan menjauh,” ujarnya.

Situasi tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat pesisir, terutama mereka yang bergantung penuh pada hasil laut sebagai sumber penghidupan. Sebagai bentuk respons, kelompok nelayan Pandan Wangi mendesak pemerintah daerah untuk segera turun tangan. Mereka menuntut dilakukannya inspeksi mendadak oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lombok Timur dan Dinas Kelautan dan Perikanan, serta audit lingkungan secara independen.
“Kami tidak menolak investasi tambak udang. Tapi semua harus dilakukan sesuai aturan, terutama dalam pengelolaan limbah. Jika benar terbukti mencemari laut, maka perusahaan harus bertanggung jawab,” tegas Amak Jenen, yang kini turut menjadi penggerak advokasi lingkungan di desa tersebut.
Selain itu, para nelayan juga mendesak agar hasil pengujian dan inspeksi diumumkan secara transparan kepada publik. Mereka berharap pemerintah tidak hanya mengutamakan kepentingan ekonomi, tetapi juga memperhatikan keberlangsungan lingkungan dan keselamatan warga pesisir.
Dalam investigasi yang dilakukan wartawan media ini, dua tambak udang di Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur dimiliki oleh orang yang sama dengan perusahaan yang berbeda PT Akua Pam dan PT Akua Nusra. Sampai berita ini diturunkan, pihak pengelola tambak udang yang beroperasi di wilayah itu belum memberikan tanggapan resmi. Saat tim redaksi mendatangi lokasi tambak, manajemen perusahaan menolak memberikan komentar.
“Maaf, tidak ada bos,” ujar singkat salah seorang pekerja yang ditemui di lokasi, Ahad 4/5/2025 kemarin. (AS. Radio Arki)