NEWS

Perda Penyakit Masyarakat Di KSB Dinilai Bermasalah, Praktisi Hukum : Wajib direvisi

Keterangan poto : Syahrul Mustafa, Praktisi hukum. (sumber. arki)

Taliwang. Radio Arki – Upaya Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Sumbawa Barat untuk melakukan perubahan peraturan daerah tentang Penertiban penyakit masyarakat terus mendapat kritikan tajam dari berbagai pihak. Meski demikian praktisi hukum, Syahrul Mustafa, SH., MH., secara tegas menyampaikan pandangan kritisnya terhadap Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penertiban Penyakit Masyarakat dengan berbagai kekurangan yang ada sehingga sudah seharusnyabl diubah.

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah ketentuan yang menyebutkan perlunya rekomendasi dari lembaga adat dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam proses penertiban dan pemberian izin peredaran minuman keras (miras). Syahrul menilai, ketentuan ini menyalahi aturan karena kedua lembaga tersebut secara hukum tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi terkait hal itu.

“Tidak terdapat satu pun dasar hukum yang mengatur kewenangan MUI maupun LATS dalam memberikan rekomendasi atas peredaran ijin miras. Bahkan secara moral dan etik, tentu tidak mungkin lembaga-lembaga ini menyetujui sesuatu yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang mereka junjung,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa ketentuan tersebut justru dapat menjadi pasal jebakan karena menempatkan lembaga keagamaan dan adat dalam posisi yang sulit tanpa dasar hukum yang jelas.

Selain itu, Syahrul juga menyoroti lemahnya aspek pengaturan teknis dalam perda, khususnya yang berkaitan dengan mekanisme pengawasan dan penindakan terhadap berbagai bentuk penyakit masyarakat. Ia menilai bahwa hingga saat ini belum terdapat pengaturan rinci mengenai tindakan pidana maupun sanksi yang dapat dikenakan kepada pelanggar.

Aturan yang ada belum cukup kuat untuk menjamin efektivitas penertiban di lapangan. Tanpa pengaturan yang terperinci dan tegas, penegakan perda akan sulit dijalankan secara konsisten. Jadi wacana yang berkembang tentang adanya upaya untuk pelegalan minumanm keras di Sumbawa Barat itu keliru. Perubahan itu, tegas Syahrul adalah untuk mempertegas pengendalian, dan penegakan aturan agar peredaran miras illegal tidak tumbuh subur, diharapkan dengan revisi peraturan daerah atau pembentukan peraturan daerah yang baru tentang hal tersebut, bisa lebih komprehensif, muali dari pencegahan hingga penindakan. Sehingga kedepan, ruang peredaran miras semakin sempit dan terbatas.

Baca : https://arkifm.com/blog/2025/02/26/benarkah-dprd-ksb-dukung-legalisasi-miras-begini-tanggapan-bapemperda/

“Sebenarnya kita sepakat bahwa perlu penguatan, hanya ketentuan mana yang harus diubah, ini yang perlu kita duduk bersama. Bisa saja kita membuat pengaturan khusus terhadap beberapa materi yang ada dalam perda. Jangan justru menitik menutup ruang” tandasnya

Atas dasar beberapa hal tersebut, ia menegaskan bahwa revisi terhadap Perda Nomor 13 Tahun 2018 sudah seharusnya menjadi prioritas agar penanganan penyakit masyarakat dapat dilakukan secara lebih efektif, legal, dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. (admin01. Radio Arki)

Related posts

MRC Group Beraksi! Atasi Genangan Air Demi Keselamatan Pengguna Jalan

ArkiFM Friendly Radio

Angkat Tema ‘Isong Bale’, SDN 2 Taliwang Tampil Memukau di Karnaval Budaya HUT KSB ke-20

ArkiFM Friendly Radio

Refleksi Akhir Tahun, NU NTB Belajar dari Gus Dur dan TGH Ahmad Taqiudin

ArkiFM Friendly Radio

Leave a Comment

You cannot copy content of this page