Sumbawa Barat. Radio Arki – Rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Penyakit Masyarakat oleh DPRD Kabupaten Sumbawa Barat menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Salah satu poin revisi yang menjadi sorotan adalah upaya pelegalan peredaran dan penjualan minuman keras (miras) di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat. Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sumbawa Barat, Wahyudi, S.Sos, menyatakan sikap tegas menolak revisi tersebut.
Menurut Wahyudi, kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak sosial yang serius di masyarakat. Ia menyoroti bahwa dalih peningkatan sektor pariwisata dan pendapatan daerah yang digunakan sebagai alasan pelegalan miras harus dikaji lebih dalam. Ia menegaskan bahwa di beberapa daerah yang telah melegalkan miras, angka kekerasan terhadap anak, tindakan asusila, begal, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan tindak kriminal lainnya mengalami peningkatan signifikan.
“Kita harus mempertanyakan, apakah kajian terhadap dampak sosial di daerah-daerah yang telah melegalkan miras ini sudah dilakukan? Kita tidak bisa hanya melihat manfaat ekonomi tanpa mempertimbangkan risiko besar yang akan ditimbulkan, terutama terhadap generasi muda,” ujar Wahyudi dalam siaran persnya kepada arkifm.com, Senin 24 Februari 2025.
Lebih lanjut, ia mengkhawatirkan bahwa dengan pelegalan peredaran miras, akses terhadap minuman beralkohol akan semakin mudah bagi kalangan remaja dan anak muda. Padahal, mereka adalah kelompok yang sangat rentan terpapar dampak negatif konsumsi miras. Selain membahayakan kesehatan fisik dan mental, konsumsi miras juga dapat mengganggu stabilitas sosial dan ketertiban di daerah.
Selain persoalan pelegalan miras, GP Ansor juga menyoroti rencana penghapusan Pasal 8 Ayat 3 dalam revisi Perda Nomor 13 Tahun 2018. Pasal ini mengatur kewajiban meminta pertimbangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sumbawa Barat dan Lembaga Adat Samawa dalam penyusunan kebijakan terkait penyakit masyarakat.
Menurut Wahyudi, penghapusan pasal ini mencerminkan adanya upaya untuk memperlancar proses pelegalan miras tanpa melibatkan pihak-pihak yang berwenang dalam menjaga moralitas dan nilai-nilai adat di Sumbawa Barat.
“Dengan dihapuskannya peran MUI dan Lembaga Adat Samawa, bisa diasumsikan ada pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin mempercepat proses pelegalan miras demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, termasuk para distributor dan investor,” tambahnya.
Atas dasar pertimbangan tersebut, GP Ansor Sumbawa Barat secara tegas menyatakan sikap, pertama menolak pelegalan peredaran dan penyebaran miras di Kabupaten Sumbawa Barat. Kedua, menolak penghapusan Pasal 8 Ayat 3 dalam Perda Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Penyakit Masyarakat.
Wahyudi menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kebijakan ini dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersikap kritis terhadap rencana revisi Perda tersebut. Ia berharap DPRD Sumbawa Barat lebih mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan ini demi menjaga generasi muda dan stabilitas sosial di daerah. (Admin02.RadioArki)