ARKIFMNEWS

Mutasi Pegawai KSB Disebut Bernuansa Dendam Politik, Meritokrasi Dikorbankan?

Sumbawa Barat. Radio Arki – Kebijakan mutasi sejumlah Pegawai Tidak Tetap (PTT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat menuai sorotan tajam dari Edy Dwi Pawira, ST. Anggota Dewan DPRD KSB yang akrab disapa Didi itu menilai langkah tersebut sarat dengan aroma balas dendam politik, mengabaikan prinsip meritokrasi, dan berpotensi menggerus profesionalitas birokrasi.

Didi menegaskan bahwa mutasi terhadap sejumlah pegawai dinilai tidak adil, serta tidak mencerminkan tata kelola birokrasi yang profesional. Ia bahkan menyebut adanya indikasi kuat bahwa pemindahan tersebut dilatarbelakangi oleh sentimen politik pasca Pilkada.

“Kalau kita lihat fakta, masih ada rasa sentimen dendam politik. Karena rata-rata yang dimutasi itu berbeda pilihan saat Pilkada. Ini rawan menimbulkan ketidakselarasan di tengah masyarakat,” ujarnya.

Menurut Didi, kontestasi Pilkada seharusnya menjadi momentum demokrasi yang selesai begitu pemimpin terpilih ditetapkan. Namun, jika hasilnya justru dibawa ke dalam ruang birokrasi dan dijadikan alasan untuk merotasi pegawai yang dianggap berbeda pilihan politik, maka hal tersebut sangat berbahaya.

“Pilkada itu sudah selesai. Jangan sampai kita justru membuat pilkada baru di tengah birokrasi. Setelah kontestasi, mestinya kita kembali merajut harmoni, bukan melanggengkan konflik,” tegas politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu.

Ia kemudian mencontohkan adanya kasus mutasi yang dianggap janggal, yakni puluhan pegawai yang sebelumnya bertugas di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), namun kemudian dipindahkan ke sekolah. Penempatan ini dinilai tidak sejalan dengan kompetensi yang dimiliki pegawai bersangkutan.

“Mutasi yang tidak sesuai dengan kemampuan tentu berdampak pada menurunnya kinerja. Ini jelas menunjukkan bahwa prinsip meritokrasi tidak dijalankan,” tegasnya.

Lebih jauh, Didi mengungkapkan bahwa mutasi dengan motif politik seperti ini tidak hanya merugikan pegawai yang bersangkutan, tetapi juga mengganggu iklim kerja di internal birokrasi. Pegawai menjadi tidak aman secara psikologis, merasa tidak dihargai, dan kehilangan kepercayaan terhadap institusi pemerintahan.

“Mutasi seperti ini menimbulkan ketidakstabilan. Pegawai jadi merasa tidak punya perlindungan yang jelas. Kalau ini terus terjadi, maka loyalitas dan semangat kerja mereka pasti akan menurun drastis,” ujarnya.

Didi mengingatkan bahwa dalam sistem pemerintahan yang sehat, rotasi dan mutasi pegawai harus dilakukan berdasarkan pertimbangan objektif seperti kualifikasi, pengalaman, dan kompetensi, bukan berdasarkan faktor politis atau kedekatan.

“Mutasi yang didasarkan pada dendam politik dapat mempengaruhi dinamika birokrasi, menurunkan kinerja pemerintahan, dan lebih buruk lagi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” tambahnya.

Ia menilai, kebijakan semacam ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga menciptakan preseden buruk dalam pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat. Hal ini, menurutnya, harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak, terutama pimpinan daerah yang memiliki kewenangan dalam proses mutasi.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) KSB, Drs. Mulyadi, M.Si yang coba dikonfirmasi terkait kebijakan mutasi tersebut, belum memberikan tanggapan apapun. (Admin02.RadioArki)

Related posts

Dukungan Karantina Karyawan AMNT di KSB Terus Mengalir

ArkiFM Friendly Radio

‘Anjing Gila’ di KSB Positif Rabies, Pemda KSB Keluarkan Surat Edaran

ArkiFM Friendly Radio

Lakukan Pemadaman Tanpa Sosialisasi, Warga Kritik Kinerja PLN Taliwang

ArkiFM Friendly Radio

Leave a Comment

You cannot copy content of this page