Foto: Ilustrasi
Sumbawa Barat. Radio Arki – Jurus mutasi ala Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) makin sulit ditebak. Seorang pegawai perempuan justru dipindahkan ke sekolah taman kanak-kanak yang sudah setahun lebih ditutup.
Ibarat pendekar kehilangan arah, kebijakan mutasi ini terasa seperti “jurus mabuk”, tak beraturan, sulit dimengerti, dan menyisakan banyak tanya.
Peristiwa ini terjadi di Desa Banjar, Kecamatan Taliwang, tepatnya di TK Sahabat Bumi.
Yuli Surya Komalasari, pihak sekolah tersebut, membenarkan bahwa seorang pegawai pemerintah datang padanya karena ditugaskan ke sekolah tersebut. Namun, Yuli terkejut. Sebab, sekolah itu sudah tidak lagi beroperasi.
“Betul. Ada pegawai perempuan yang datang ke bukit diantar anak dan suaminya, katanya dia di mutasi ke TK Sahabat Bumi. Yang geser lupa kalau TK itu sudah ditutup. Saya lupa nanya namanya,” ujarnya, Kamis, 24 April 2025.
Mutasi ini menambah daftar kejanggalan dalam kebijakan pergeseran pegawai yang baru-baru ini menuai gelombang protes dari beberapa anggota DPRD KSB. Teranyar protes datang dari Front Pemuda Taliwang (FPT).
FPT menggelar aksi demonstrasi di Kantor Bupati pada Kamis (24/4/2025). Mereka menilai kebijakan mutasi tersebut jauh dari asas keadilan dan kemanusiaan.
Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Sumbawa Barat, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) KSB, Drs. Mulyadi, M.Si, mengatakan bahwa mutasi adalah hal lumrah dalam birokrasi.
Tujuannya, menurutnya, untuk penyegaran dan peningkatan kinerja organisasi.
“Mutasi dilakukan untuk penyegaran organisasi dan mengisi posisi kosong. Tapi harus dipahami, kebijakan ini merupakan hak prerogatif kepala daerah. Kami sebagai staf hanya menjalankan perintah. Kami ini ibarat ekor, lokomotifnya adalah pimpinan,” ujar Mulyadi.
Ia juga mengaku banyak menerima keluhan, termasuk dari ajudan pribadinya yang turut dimutasi. “Jadi ini bukan soal siapa mendukung siapa. Ini murni untuk peningkatan kinerja,” tambahnya lagi.
Namun, penjelasan tersebut belum cukup menjawab keanehan-keanehan di lapangan.
FPT menyoroti sejumlah mutasi yang dianggap tidak sesuai logika, seperti pegawai kelurahan yang tiba-tiba ditempatkan sebagai guru, puluhan anggota Sat Pol PP yang tiba-tiba di mutasi ke satuan pendidikan dari jenjang TK hingga SMP, atau seperti kasus mutasi ke sekolah fiktif ini.
“Kalau mutasi ini untuk peningkatan kinerja, kenapa dikirim ke tempat yang sudah tutup? Jangan-jangan ini bukan jurus birokrasi, tapi jurus mabuk ala politik,” cetus aktifis FPT, Abu Bakar Beko.
Fenomena ini menguak persoalan yang lebih mendasar, seperti lemahnya perencanaan dan buruknya validasi data sebelum mutasi dilakukan.
“Jangan cuma duduk dan terima laporan. Turun ke lapangan, lihat sendiri kenyataannya. Kalau pemerintah bertindak semaunya, itu bukan sekadar keliru, tapi sudah masuk wilayah kedzaliman,” tegas Abu Bakar.
Bila kebijakan terus dilakukan tanpa telaah lapangan yang matang, bukan tak mungkin jurus-jurus selanjutnya akan lebih tak terduga dan justru memukul balik kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan. (Admin02.RadioArki)
2 comments
sungguh sangat memalukan tindakan pejabat yg mutasi, kliatan skalai bodohnya! jelas2 para pemangku kekuasaan, tdk pernah berfikir utknrakyatnya, tp utk perutnya dan golongannya. Ingat Allah tdk tdr semua kedok akan terbongkar
Situs berita ini menyebarkan berita hoax. Memprovokasikan masyarakat. & Pencemaran nama institusi pendidikan & fitnah kepada pemerintah.