BERITA NASIONALNEWS

Viral Pernikahan Anak di Lombok Tengah Dilaporkan Polisi, LPA Mataram : Budaya Bukan Tameng Pelanggaran Hukum

Keterangan : pasangan perikahan anak di Loteng saat sedang menggelar proses pernikahan (Sumber. istimewa)

Mataram. Radio Arki  – Video pernikahan anak yang viral di media sosial asal Kabupaten Lombok Tengah memicu keprihatinan berbagai pihak. Menyikapi hal tersebut, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram mengambil langkah hukum dengan melaporkan kejadian tersebut ke Polres Lombok Tengah. LPA menilai bahwa pernikahan dini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai semangat perlindungan anak yang diamanatkan negara.

Perwakilan LPA Mataram, Yan Mangandar mengungkapkan bahwa pelaporan ini awalnya diajukan ke kepolisian resor Mataram, tetapi setelah melakukan koordinasi dengan Polda NTB, laporan ini diajukan di kepolisian resor Lombok tengah. Laporan ini tegas Yan, merupakan bentuk tindakan tegas dan edukasi. Ia bahkan menyebut bahwa praktik pernikahan anak, meskipun kerap dibungkus dengan dalih budaya, tidak bisa dijadikan alasan pembenaran.

“udah kami masukan laporan kemarin jam 10 di polres Loteng. intinya, budaya tidak boleh dijadikan tameng untuk mengabaikan perlindungan terhadap anak. Bahkan dalam pendekatan budaya Sasak sendiri, konsep merari’ (kawin lari) menekankan aspek kematangan, bukan semata usia atau kondisi biologis,” ujarnya, saat dikonfirmasi via seluler oleh wartawan arkifm.com, Ahad 25 Mei 2025 siang tadi.

LPA telah melakukan pendalaman kultural dengan para sesepuh adat Sasak dan menemukan bahwa dalam tradisi lokal, kesiapan seorang pria untuk menikah diukur dari kemampuannya memenuhi tanggung jawab, termasuk memiliki sedikitnya sepuluh ekor kuda. Di sisi lain, perempuan dianggap siap menikah jika sudah mampu menenun sebagai cerminan kemandirian. Jadi, bukan hanya soal tubuh yang terlihat dewasa. Tradisi Sasak mengajarkan bahwa pernikahan membutuhkan kesiapan lahir batin dan kemampuan sosial ekonomi.  

Keterangan : Yan Mangandar, LPA Mataram sedang memberikan penyuluhan (sumber. istimewa

Lebih jauh, LPA menyayangkan sikap sebagian masyarakat yang menganggap praktik semacam ini sebagai hal biasa, terlebih saat dipublikasikan secara terbuka di media sosial. Ia mengingatkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), pernikahan anak dapat dijerat pidana dengan ancaman hukuman hingga sembilan tahun penjara.

Di luar aspek hukum dan budaya, peristiwa ini juga menjadi sorotan serius bagi pemerintah daerah. LPA menggarisbawahi bahwa banyak anak-anak yang tidak mendapatkan pengasuhan langsung dari orang tua kandungnya menjadi kelompok paling rentan. Dalam beberapa kasus, pernikahan dini justru dianggap sebagai solusi oleh pihak pengasuh.

“Ini harus dihentikan. Biasanya dia yang tidak dengan papu’ (kakek-nenek), karena tidak dapat diasuh. Jadi menikahkan anak jadi Solusi, padaha itu bisa menjadi awal dari potensi berbagai masalah sosial baru. Pemerintah harus hadir dan memastikan perlindungan nyata bagi anak-anak rentan,” tegas Yan.

LPA Mataram berharap, melalui langkah hukum ini, ada efek jera dan kesadaran kolektif masyarakat bahwa pernikahan anak adalah bentuk kekerasan terhadap anak yang tak dapat ditoleransi, apapun alasannya.

Seperti diketahui, Pasangan anak yang menikah itu adalah perempuan asal desa Sukaraja berinisial SMY (15) Kecamatan Praya Timur, dengan pria asal desa Braim Kecamatan Praya Tengah berinisial SR (17). Kejadian ini diunggah akun facebook @dyiok stars dan mendapat respon beragam, terutama SMY dalam video prosesi nyongkolan sebelum pernikahan yang berjoget dan nampah senang seperti pernikahan biasa saja. (Admin01. Radio Arki)

Related posts

Dinas ARPUS KSB Akan Terapkan Aplikasi SRIKANDI

ArkiFM Friendly Radio

Pencemaran Mercury di Sumbawa Barat Disorot Peneliti Internasional

ArkiFM Friendly Radio

Sambangi Paslon, Pjs Bupati Serap Masukan Selama Pilkada Berlangsung

ArkiFM Friendly Radio

Leave a Comment

You cannot copy content of this page