Keterangan : ilustrasi pelecehan seksual di kampus (sumber. istimewa)
Mataram. Radio Arki – Skandal dugaan pelecehan seksual yang melibatkan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram berinisial WJ memasuki babak mengejutkan. Tak hanya dilaporkan atas tindakan cabul terhadap sejumlah mahasiswi, WJ diduga melakukan tindakan intimidatif dengan mendatangi langsung para korban saat mereka tengah menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, Selasa malam (20/5/2025) lalu.
Insiden ini diungkap Joko Jumadi, perwakilan Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB yang mendampingi para korban. Ia menyebut WJ datang bersama istrinya ke Mapolda NTB, lalu mendekati para korban yang sedang menunggu giliran pemeriksaan di depan ruang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
“Saya duduk di depan ruang PPA, tiba-tiba ada mobil berhenti. Dua orang turun dan langsung menghampiri serta memegang salah satu korban. Saya kira mereka petugas, ternyata itu WJ dan istrinya,” tutur Joko.
Situasi sempat tegang. Joko segera membawa korban menjauh dan mengamankannya ke dalam ruangan. Namun WJ dan istrinya justru turut masuk ke ruangan penyidik tanpa izin, sehingga sempat memicu ketegangan dengan aparat kepolisian.
Momen itu dimanfaatkan penyidik untuk langsung memeriksa WJ. Di hadapan istrinya, WJ mengakui telah melakukan pelecehan terhadap tujuh orang mahasiswi. Meski demikian, menurut Joko, beberapa nama yang disebut WJ tidak sesuai dengan data korban yang dipegang pihak koalisi.

“Dia menyebut tujuh nama, tapi beberapa tidak cocok dengan laporan yang kami terima. Ini akan kami klarifikasi lebih lanjut,” jelasnya.
Sebelumnya, kasus ini mencuat setelah sejumlah mahasiswi penerima beasiswa Bidikmisi di UIN Mataram melaporkan WJ atas dugaan pelecehan seksual. Aksi bejat tersebut dilakukan di lingkungan asrama putri, tempat di mana pelaku memiliki otoritas sebagai pimpinan.
Menurut pengakuan korban yang didampingi Joko, WJ memanfaatkan relasi kuasa dan melakukan manipulasi psikologis dengan meminta korban menganggapnya sebagai figur ayah. Dalam kondisi tertekan dan takut kehilangan beasiswa, para korban akhirnya tidak mampu menolak permintaan pelaku.
“Dia tidak mengancam langsung, tapi menciptakan tekanan psikologis yang membuat korban merasa tidak punya pilihan,” ungkap Joko.
Lebih jauh, tindakan WJ disebut telah melampaui pelanggaran etik akademik dan tergolong sebagai tindak pencabulan berat. Korban mengaku mengalami pelecehan fisik mulai dari ciuman, perabaan, hingga permintaan melakukan oral seks.
Direktur Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, membenarkan laporan tersebut. Ia menyatakan penyidikan masih berlangsung dan para korban masih menjalani pemeriksaan intensif.
“Saat ini penyelidikan masih berjalan dan korban tengah dimintai keterangan,” ujar Syarif saat dikonfirmasi.
Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB mendesak agar penanganan kasus ini dilakukan secara cepat dan menyeluruh, demi keadilan bagi para korban serta untuk memastikan lingkungan kampus bebas dari kekerasan seksual. (admin01. Radio Arki)