ARKIFMNEWS

Benarkah DPRD KSB Dukung Legalisasi Miras? Begini Tanggapan Bapemperda

Sumbawa Barat. Radio Arki – Isu mengenai upaya legalisasi minuman keras (miras) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) melalui revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Penyakit Masyarakat menuai sentimen negatif di tengah masyarakat.

Merespons hal ini, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD KSB, Andi Laweng, SH., MH., menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar. Ia memastikan bahwa revisi perda ini bertujuan untuk memperkuat regulasi, bukan melegalkan miras.

“Kami sangat menyayangkan adanya kesalahpahaman yang berkembang di masyarakat. Revisi perda ini bukan untuk melegalkan miras, tetapi untuk memperkuat pengawasan dan memperluas cakupan regulasi terhadap berbagai penyakit masyarakat lainnya, seperti narkotika, judi online, pinjaman online, dan prostitusi online,” tegasnya.

Menurut politisi PKB ini, perda yang berlaku saat ini hanya mengatur miras, sementara berbagai bentuk penyakit masyarakat lainnya belum tercakup. Oleh karena itu, revisi diperlukan agar regulasi lebih komprehensif dan mampu menjawab tantangan yang ada di masyarakat.

“Jika ini hanya Perda Miras, tentu tidak perlu direvisi. Tetapi karena ini adalah Perda Penyakit Masyarakat, maka harus mencakup semua bentuk penyakit masyarakat, bukan hanya miras. Jangan sampai regulasi kita tumpul dalam menangani ancaman sosial lainnya,” jelasnya.

Menanggapi narasi yang berkembang bahwa DPRD berupaya melegalkan miras, Andi Laweng menyebutnya sebagai tuduhan yang mendiskreditkan lembaga legislatif. Ia menegaskan bahwa tidak ada satu pun anggota DPRD yang menginginkan legalisasi miras.

HMI KSB Kritisi Rencana Revisi Perda Miras di DPRD: Ciderai Nilai Sosial dan Agama

https://arkifm.com/33331-hmi-ksb-kritisi-rencana-revisi-perda-miras-di-dprd-ciderai-nilai-sosial-dan-agama.html

“Revisi ini bukan untuk membuka ruang bagi miras, melainkan untuk memperketat aturan dan meningkatkan efektivitas penegakan hukum. Sayangnya, ada pihak yang kurang memahami substansi revisi ini dan justru menyebarkan opini yang keliru,” imbuhnya.

Kendati demikian, Ia juga mengapresiasi perhatian publik terhadap rencana revisi Perda ini, karena menunjukkan adanya kepedulian terhadap persoalan miras dan penyakit sosial lainnya.

Andi Laweng menilai bahwa meskipun Perda Nomor 13 Tahun 2018 telah diberlakukan, peredaran miras di masyarakat masih marak terjadi. Hal ini menandakan bahwa regulasi yang ada belum cukup kuat untuk menertibkan peredaran miras secara efektif.

“Jika perda ini sudah ada tetapi miras tetap beredar luas, artinya ada aspek regulasi yang perlu diperkuat agar aturan ini benar-benar bisa ditegakkan,” ujarnya.

Ia menyoroti beberapa kelemahan perda yang saat ini berlaku, antara lain: Pertama minuman keras lokal dan oplosan belum diatur secara spesifik, padahal jenis ini yang paling banyak beredar di masyarakat. Kedua, kurangnya mekanisme pengawasan dan penegakan hukum, sehingga regulasi yang ada belum mampu menekan peredaran miras secara efektif. Ketiga, belum mencakup bentuk penyakit masyarakat lain, seperti narkotika, judi dan prostitusi online.

Lebih lanjut, Andi Laweng menjelaskan bahwa revisi perda ini masih dalam tahap perencanaan awal. Hingga saat ini, draf revisi perda pun belum ada, apalagi masuk ke tahap pembahasan resmi di DPRD.

“Proses revisi ini masih panjang. Belum masuk tahapan sidang, belum ada persetujuan, dan belum melalui uji publik. Jika masyarakat tidak menginginkan revisi ini, maka kami juga tidak akan memaksakan pembahasannya,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa sejak perda ini berlaku, belum pernah ada izin resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah terkait peredaran miras. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun tidak pernah mengeluarkan rekomendasi terkait miras.

“Faktanya, meskipun perda ini ada, miras tetap beredar luas. Artinya, regulasi yang ada saat ini belum cukup kuat untuk menekan peredarannya. Jika perda ini tidak direvisi, kita hanya akan terus menyaksikan peredarannya tanpa solusi yang jelas,” tandasnya.

DPRD KSB berharap masyarakat dapat memahami esensi revisi perda ini dengan perspektif yang lebih luas. Revisi ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap berbagai bentuk penyakit masyarakat, bukan untuk membuka ruang legalisasi miras.

Sementara itu, wacana rencana revisi perda ini telah menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi mahasiswa, ulama, organisasi masyarakat, dan organisasi kepemudaan di Sumbawa Barat. Mereka menilai bahwa revisi ini berpotensi menjadi celah bagi legalisasi miras dan mengakomodasi kepentingan tertentu. (Admin02.RadioArki)

GP Ansor Sumbawa Barat Tolak Pelegalan Peredaran Miras dalam Rencana Revisi Perda

Related posts

Pengumuman Perubahan Jadwal Pendaftaran Panitia Pemungutan Suara Untuk Pemilu 2024

ArkiFM Friendly Radio

Pengurus dan Sesepu PTMSI KSB Kibarkan Semangat Perjuangan

ArkiFM Friendly Radio

Kasus Korupsi di NTB Dinilai Ngendap, Kinerja Kapolda Dipertanyakan

Leave a Comment

You cannot copy content of this page