Sumbawa Barat. Radio Arki – Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yang merupakan salah satu program prioritas di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), nampaknya perlu dievaluasi serius. Ditengah pemerintah terus menggejot implementasi STBM di tengah masyarakat, disaat itu juga angka penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di awal tahun 2020 meningkat drastis.
Dari angka yang berhasil dihimpun arkifm.com melalui Bidang Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan KSB, tercatat jumlah penderita DBD hanya dalam kisaran 2 minggu pertama di bulan Januari 2020, sudah mencapai 12 penderita di wilayah Seteluk dan Poto Tano. Jumlah tersebut hampir setengah dari jumlah kasus penderita DBD di tahun 2019 yang mencapai 30an kasus.
“Trend kasus tahun 2020 ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Setelah kita kaji, begitu ada kasus dan masuk laporan ke Dikes. Tim kemudian turun kesana dan mengecek, pasti itu disebabkan lingkungannya yang buruk. Sudah pasti itu,” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan KSB, H. M. Yusfi Khalid., SKM kepada arkifm.com, pagi tadi (14/1).
Kualitas lingkungan yang buruk, sambung Yusfi, disebabkan karena kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan yang masih kurang. Kondisi lingkungan yang membuang sampah sembarangan, dan bertebarannya kaleng bekas dan ban bekas tersebut, disinyalir menjadi penyebab utama berkembangnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
, yang hidup di wilayah tropis dan subtropics.“Misalnya kualitas lingkungan yang buruk tersebut, disebabkan karena buang sampahnya yang sembarangan, kaleng bekas dan ban bekas bertebaran. Jadi itu titik titik yang memang kotor,” terang Yusfi.
Yusfi mengaku, dari Bulan November Pemda KSB melayangkan surat edaran bupati kepada semua SKPD, Camat, Lurah dan Kades agar disampaikan kepada masyarakat, untuk mengaktifkan gotong royong dan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Surat edaran diedar, mengingat trend awal tahun mulai Januari hingga April biasanya selalu ada lonjakan kasus penderita DBD.
“Coba PSN bisa dilaksanakan secara cepat oleh masyarakat, maka itulah cara terbaik untuk pencegahan. Yang terjadi saat ini malah setelah terjadi, masyarakat baru sibuk,” kata Yusfi.
“Penyebabnya bisa juga STBM di tempat itu bisa jadi belum tersentuh, belum diterapkan, atau belum tahukan dia,” tambahnya.
Sementara tindakan dari Dikes, ketika mengetahui kasus sudah terjadi, maka bisa masuk ke ranah pengendalian dan dipastikan tidak ada penularan kembali. Penderita DBD setelah didata maka selanjutnya segera ditangani di Puskesmas, maupuan di rujuk ke Rumah Sakit.
“Tim yang ada di Puskesmas melakukan advokasi mulai dari tingkat desa, dusun, hingga RT untuk melakukan PSN. Dalam SOP Dinas Kesehatan, harus PSN dulu baru dilakukan poging,” tandas Yusfi. (Enk. Radio Arki)