Pulau Kenawa, yang termasuk kedalam 8 gugusan pulau di Kawasan Konservasi Perairan Gili Balu
Sumbawa Barat, 9 Juni 2022 –Mendengar wisata bahari, mungkin yang terbayangkan adalah senggigi di lombok, atau pantai Kuta di Bali. Keduanya tak asing bagi para pecinta wisata bahari. Karena destinasi ini sudah sangat mendunia, dengan khas suguhan keindahan pantainya. Berbeda dengan keduanya, Gili Balu yang merupakan gugusan pulau di perairan selat Alas (antara Pulau Lombok dan Sumbawa) ini, bak gugusan ‘surga’ yang pastinya membuat kita terpana dengan keindahannya.
Membayangkan Gili Balu berarti membayangkan terumbu karang, rumput laut, pasir putih maupun pohon mangrove yang terjaga kelestariannya. Juga terbayang padang rumput Pulau Namo seluas 190,90 hektar serta keindahan pantai, perbukitan, hutan mangrove dan keindahan taman bawah laut dari delapan pulau yang sebagian besar tidak berpenghuni.
Bisa jadi belum banyakorang di luar Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mengenalnya. Namun bagi penduduk Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), gugus kepulauan yang terletak di Perairan Laut Selat Alas (antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa) memiliki beragam potensi yang untuk siap menjadi destinasi utama wisata laut di masa depan. Kini berbagai potensi wilayah tersebut sedikit demi sedikit mulai digali dan dikembangkan.
Pemerhati lingkungan sekaligus pecinta wisata Marischka Prudence mengakuinya. “Saya telah banyak mendatangi berbagai tempat wisata di Indonesia. Namun pengalaman saya ke Gili Balu memiliki arti yang benar-benar berbeda. Sejak pertama kali saya menyeberang dari Pelabuhan Poto Tano, saya terpukau oleh pemandangan indah Gunung Rinjani yang menjadi latar belakang dari Gili Balu. Ada pesona yang sulit digambarkan dengan kata-kata yang dimiliki permata tersembunyi ini,” ujarnya ketika mengunjungi Pulau Kenawa pada kegiatan Transforma_Sea Gili Balu baru-baru ini. Marischka beserta para peserta kegiatan tersebut turut melakukan dive monitoring, kegiatan bersih-bersih pantai (beach clean-up), snorkeling, dan demo cara mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos.
Perlindungan Pemerintah Indonesia
Gili Balu (5.846,67 ha) terdiri dari delapan pulau yaitu: Kalong, Namo, Kenawa, Ular, Mandiki, Paserang atau Pasaran, Kambing atau Batu, dan Belang. Sejak tahun 2008, kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai wilayahkonservasi melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2008.
Lebih jauh lagi pada 2020 lalu, Pemerintah Indonesia juga menjadikan Gili Balu menjadi proyek percontohan nasional konservasi terumbu karang dalam program Coral Reef Rehabilitation Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI), dengan dukungan BAPPENAS, Asian Development Bank (ADB), Bank Dunia, dan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF).
Kemudian di tahun lalu, perlindungan konservasi kembali diperkuat dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.74/KEPMEN-KP/2021. Kawasan konservasi sekarang meliputi luas keseluruhan 5.845,67 hektar, yang terdiri atas: zona inti dengan luas 608,69 Hektare, zona pemanfaatan terbatas dengan luas 4.947,78 hektar; dan zona lain sesuai peruntukan kawasan berupa zona jalur lalu lintas kapal dengan luas 289,20 hektar.
Dukungan AMMAN untuk Gili Balu di Hari Laut Sedunia 2022
Hari Laut Sedunia 2022 dirayakan dengan tema Revitalization: Collective Action for the Ocean. Tema ini diangkat berdasarkan kenyataaan bahwa lautan menghubungkan, menopang, serta mendukung kehidupan seluruh umat manusia. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama dalam menciptakan keseimbangan terhadap lautan serta mengembalikan kehidupan/ekosistem lautan yang telah mengalami kerusakan.
Dengan semangat kerja sama tersebut, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN) melakukan sinergi bersama pemerintah sebagai upaya dalam melindungi kawasan konservasi perairan Gili Balu. AMMAN Bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (Dislutkan-NTB) telah menandatangani perjanjian kemitraan bulan Mei lalu guna mengelola aspek lingkungan dan sosial di Gili Balu. Kemitraan ini akan berlaku untuk jangka waktu lima tahun, sejak tahun 2022 – 2026.
Ruang lingkup kerja sama nantinya akan berfokus pada: pemantauan habitat dan populasi ikan dengan target pengumpulan data serta informasi habitat secara berkala di wilayah pemantauan sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pelaporan dan konservasi berkelanjutan, perlindungan dan rehabilitasi habitat dan populasi ikan, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang manajemen sampah, pariwisata serta hospitality, penyediaan dan pemeliharaan sarana & prasarana pengelolaan kawasan, serta peningkatan pelayanan pemanfaatan kawasan untuk pariwisata dan perikanan berkelanjutan.
Site Direktur/KTT AMMAN Wudi Raharjo menjelaskan program konservasi ini merupakan wujud komitmen AMMAN sebagai perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di Provinsi NTB dalam menerapkan Good Mining Practice Principle. “Kami melakukan pengelolaan aspek lingkungan dan sosial secara bertanggung jawab. Hal ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari bisnis AMMAN yang memiliki visi menciptakan warisan terbaik. Kami berharap kemitraan ini dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi Gili Balu, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan perekonomian sekitar,” ujar Wudi.
Kegiatan konservasi laut di Gili Balu bukanlah yang pertama kali dilakukan AMMAN dalam upaya menciptakan warisan terbaik. Sebelumnya sejak tahun 2004 AMMAN telah melakukan kegiatan penempatan Reef Ball (terumbu karang buatan) serta monitoring terumbu karang, yang dilakukan di Teluk Benete, kemudian tahun 2009 di Teluk Lawar, Pulau Kenawa di tahun 2010 serta Teluk Maluk pada 2013. Hingga 2021, lebih dari 2.000 Reef Ball telah ditempatkan AMMAN di perairan wilayah Kabupaten Sumbawa Barat.
AMMAN juga telah terlibat dalam usaha pelestarian penyu dengan berkolaborasi bersama pemangku kepentingan terkait dalam upaya pelestarian dan konservasi penyu di wilayah KSB sejak tahun 2004.Di tahun 2017, AMMAN terlibat dalam pembentukan Forum Konservasi Penyu di Nusa Tenggara Barat yang berada di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam periode Januari-Juni 2019, AMMAN telah melepaskan 2.319 tukik ke sekitar perairan Kabupaten Sumbawa Barat, sehingga apabila ditotal sejak awal kegiatan, sebanyak hampir 50.000 tukik telah dilepasliarkan ke laut.
“Saya serta pegiat wisata dan travelling di Indonesia yang lain tentunya berharap Gili Balu akan menjadi tempat destinasi wisata yang dikembangkan secara baik di masa depan dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip perlindungan alam. Dengan keindahan terumbu karang dan ekosistem lautnya yang memikat, saya tidak sabar untuk bisa kembali melakukan diving di sini di masa mendatang. Mudah-mudahan akan ada banyak inisiatif-inisiatif kerja sama lainnya untuk melindungi Gili Balu,” tutup Marischka. (Advertorial/Admin01_Arkifm.com)