“Proses Pembangunan fasilitas umum diatas tanah milik masyarakat memang menjadi suatu hal yang lumrah terjadi di setiap daerah. Namun, apabila tidak melalui proses mufakat dengan menjadikan aturan perundang undangan sebagai corong dalam proses pengambilan keputusan dan kesepakatan, maka dikhawatirkan dapat berpotensi merusak keharmonisan antara pemerintah dan masyarakat”
Sumbawa Barat. Arki radio – Pengerjaan alat berat Jalan Kemutar Telu Center (KTC) Telaga Baru dihadang warga, pada Sabtu siang (7/7). Penghadangan alat berat yang sedang mengerjakan pembangunan jalan yang diberi nama jalan TGH Zainuddin Abdul Madjid sepanjang 2,8 Km itu, diprotes karena dinilai belum memiliki kesepakatan antara pemerintah dan pemilik tanah terkait penentuan harga tanah yang akan dijadikan jalan umum.
“Kami minta kepada pemerintah untuk menghentikan sementara proses pengerjaan jalan ini, karena belum ada keputusan resmi dari pengadilan terkait penentuan harga”, Ujar Muhammad Ridwan, salah satu ahli waris tanah kepada pemerintah daerah dan kontraktor yang sedang bekerja.
Menurut Ridwan, selama proses penentuan harga pembelian tanah belum memiliki kekuatan hukum tetap (Inkrah), maka setiap lahan tidak boleh dieksekusi karena bertentangan dengan undang undang hukum perdata.
“Ini dalam porses sengketa kok ada pengerjaan, jadi kami minta pengerjaan harus di stop dulu”, tegas Ridwan sembari menghadang alat berat yang sedang melintasi tanah miliknya.
Iapun menyampaikan kekecewaanya kepada pemerintah daerah karena tidak melalui proses yang mufakat. Bahkan, pemerintah daerah terlalu berani mengeksekusi lahan tanpa memiliki dasar yang kuat seperti surat eksekusi lahan dari pengadilan.
“Tolong dihargai kami selaku pemilik tanah, jangan benturkan rakyat dengan aparat kepolisian seperti ini”, Ucapnya didampingi ahli waris tanah lainnya yang juga melakukan protes.
Sementara itu, ahli waris lainnya tanah seluas 33,83 are yang disengketakan, Kusmayadi Dadi juga menjelaskan bahwa, proses persengketaan tanah tersebut telah dilaporkan kepada ombudsman dan telah keluar hasil yang diberikan kepada pemerintah daerah bahwa dinyatakan mal administrasi.
“Kami sudah lapor dan hasilnya sudah keluar surat dari ombudsman yang diberikan kepada pemerintah bahwa, tanah atas nama H Abbas itu dinyatakan mal administrasi. Nah ini kan sudah jelas umbudsman mengatakan mal administrasi, jadi bagaimana bisa dibeli”, Ujar Dadi sapaan akrabnya, sembari melakukan penghadangan alat berat.
Iapun menyampaikan kekesalannya karena selaku salah satu ahli waris tanah juga tidak pernah dilibatkan dalam proses apapun terkait penentuan harga.
“Kami tidak pernah diajak bermusyawarah terkait penetapan harga, tau taunya kami sudah menerima sudah ada penetapan harganya. Masa kami dikasih harga 6 juta perare, sementara tanah milik orang lain dibeli dengan harga 18 juta perare padahal sawah tersebut berdampingan”, Protesnya.
Melihat aksi gelombang protes terus berdatangan dari pemilik lahan, Kabag Pemerintahan Setda Sumbawa Barat, M. Endang Arianto S.Sos mencoba mengklarifikasi dan menyampaikan bahwa, kasus perdata untuk kepentingan umum itu beda dengan kasus perdata untuk kepentingan pribadi. Hal tersebut telah termaktub dalam UU No 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah pembangunan untuk kepentingan umum, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016 tentang proses penitipan uang di pengadilan.
“Kalau pembangunan untuk kepentingan umum itu walaupun proses pengadilan sedang jalan, pelaksanaan pembangunannya juga bisa jalan. Jadi kalau ada yang keberatan silahkan ke pengadilan saja. Jadi, Tidak boleh di stop pembangunan ini, kalau mau dilapor silahkan dilapor”, Terang Endang.
Iapun menegaskan bahwa proses pengerjaan jalan Kemutar Telu Center Telaga Baru tersebut sudah dikonsultasikan ke pengadilan, Hal tersebut yang mendasari tidak perlu lagi menunggu keputusan pengadilan. Selain itu, proses penentuan harga juga tidak asal ditentukan begitu saja, pemerintah juga telah melibatkan Konsultan Jasa Penilai Public (KJPP) selaku lembaga yang memiliki otoritas dalam menentukan harga.
“Pemerintah wajib hukumnya melibatkan Konsultan Jasa Penilai Public. Jadi mereka sudah tentukan, dan kami sudah komunikasikan. Nah, persoalan sepakat atau tidak sepakat, kita tetap kerjakan karena ini pembangunan untuk kepentingan umum”, Ucap Endang.
Dalam pantauan wartawan www.arkifm.com terhitung sebanyak 3 kali usaha warga menghentikan alat berat yang sedang beroperasi. Warga selaku ahli waris tanah bersikukuh tidak memperbolehkan adanya pengerjaan jalan yang diketahui menelan APBD Provinsi NTB senilai Rp. 24.473.499.000,00 di atas tanah yang masih bersengketa. Sampai berita ini di-online-kan, aksi protes warga terus berlangsung dan dikawal ketat oleh pihak kepolisisan dan TNI. (Enk. Radio Arki)