Mataram. Radio Arki – The Habibie Center bekerjasama dengan Nusa Tenggara Center (NC 1999) kembali melaksanakan Pelatihan Dialog dan Mediasi Program Perempuan Penggerak Perdamaian (PERAN) di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Pelatihan yang dilaksanakan pada Selasa-Kamis, 8-10 Januari 2019 ini bertujuan menguatkan peran perempuan sebagai agen perdamaian dan meningkatkan kapasitas perempuan dalam fasilitasi dialog dan mediasi untuk mendorong kerukunan masyarakat dan mencegah ekstremisme kekerasan.
Pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari pelatihan serupa yang sebelumnya telah dilakukan pada 27 – 29 November 2018. Secara keseluruhan, terdapat tiga fase pelatihan dan saat ini telah masuk fase kedua yang lebih berfokus kepada penguatan kapasitas dalam fasilitasi dialog di masyarakat.
Setelah training fase kedua ini, para peserta akan turun langsung membuka ruang diskusi di masyarakat. Pelatihan fase ketiga akan dilaksanakan pada 29-31 Januari 2019. Nurina Vidya Hutagalung, Manajer Program PERAN menjelaskan, dalam masyarakat terdapat dinamika yang dapat menimbulkan gesekan apabila dibiarkan.
Oleh karena itu, training PERAN fase kedua ini memperkuat kemampuan fasilitasi dialog supaya para peserta training yang nantinya akan menjadi fasilitator dapat membuka ruang dialog yang nyaman dan mampu mendorong pemahaman dalam menyikapi permasalahan yang ada, bukan justru menimbulkan permasalahan baru.
“Kami berharap semoga program ini mampu membantu menjaga kerukunan masyarakat di Nusa Tenggara Barat,” jelasnya.
Sementara Dr. Kadri, M.Si, Peneliti Utama dan Dewan Pendiri NC 1999 mengatakan pelatihan ini merupakan hal yang baru terutama bagi para aktivis perempuan karena mereka bersama-sama dengan para fasilitator dari THC menformulasi pola dialog dan mediasi yang efektif dengan menjadikan perempuan sebagai actor utamanya.
Pelatihan ini juga khas, karena mengajarkan peserta untuk mampu menggali potensi yang dimiliki oleh perempuan yang ada di masyarakat agar mampu menjadi agen perdamaian.” Peserta pelatihan berjumlah 20 orang terdiri dari 13 orang perempuan dan 7 orang laki-laki.
Peserta pelatihan ini mewakili berbagai unsur masyarakat, seperti perwakilan agama, pemimpin komunitas, pemerintah daerah, akademisi, organisasi perempuan, aktivis, media, hingga masyarakat sipil. Salah satu peserta training, Mahniwati yang merupakan perwakilan dari Perempuan AMAN menjelaskan materi yang didapat selama training.
“Di training ini saya belajar menjadi pendengar yang baik, teknik menjadi fasilitator di masyarakat, hingga proses melakukan dialog. Sebelumnya saya sudah memiliki pengalaman memfasilitasi sejumlah diskusi di desa. Namun dari training ini saya sadar bahwa selama ini saya salah karena mengedepankan ego saya,” ungkap Mahni.
Siti Hamdiah Rojabi, mahasiswi S2 di Universitas Mataram yang juga mengikuti training mengatakan bahwa, sangat terkesan dengan pelatihan ini karena teknik menyampaikan materinya disampaikan dengan asyik dan santai. Selama training kita banyak bergerak karena ada banyak games dan role play. Sehingga walaupun materinya padat, namun tidak membuat pusing dan kita (peserta training) tetap memahami materi. Selain itu, kita juga tidak hanya menerima materi, tapi diberikan keleluasaan untuk menyampaikan pendapat. (M Arif. Radio Arki)