Mataram. Radio Arki – Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram menunjukkan keseriusannya menangani kasus dugaan penganiayaan salah seorang wartawati berinisial FT yang terjadi pekan lalu. Kasus ini diproses dengan cepat, karena sudah dinaikkan ke tahap penyidikan.
‘’Kami informasikan kasus dugaan penganiyaan jurnalis berinisial FT dan suaminya berinisial HA sudah kami naikkan ke tahap penyidikan,’’ ungkap Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Kadek Adi Budi Astawa didampingi jajaran Satreskrim Polresta Mataram, Senin (28/09).
Tidak berhenti ditahap penyidikan, kepolisian langsung menetapkan tersangka dikasus dugaan penganiayaan itu. ‘’Kami sudah tetapkan tersangkanya. Terlapor berinisial Y sudah jadi tersangka ,’’ bebernya.
Kadek juga meluruskan sejumlah pemberitaan yang berkembang. Dimana Polresta Mataram sama sekali tidak pernah menolak laporan pelapor. Tapi semata-mata ingin menghormati inisiasi yang coba dilakukan oleh Kadus dan Bhabinkamtibmas setempat. Kadus saat itu ingin menempuh upaya mediasi antara pelapor dan terlapor, tapi mediasi tersebut gagal karena terlapor sedang bekerja di luar daerah.
‘’Kami ingin meluruskan ini. Tidak ada penolakan laporan. Laporan ini kami proses. Tapi saat itu mediasinya gagal,’’ ungkapnya.
Setelah mediasi gagal, Korban FT dan suaminya melanjutkan laporan ke Polresta Mataram tanggal 22 September 2020. ‘’Karena laporan sudah diterima. Penyidik berkewajiban menindaklanjuti laporan itu. Kita juga langsung mintakan visum ke RS Bhayangkara. Hasil visumnya, pada suami FT ada luka lecet disikunya. Kalau FT ada luka memar ditangan,’’ tuturnya.
Setelah menerima hasil visum, sejumlah upaya sudah dilakukan kepolisian. Seperti olah TKP di kediaman FT di Desa Duman. Berlanjut dengan memeriksa sembilan orang saksi. ‘’Dari hasil pemeriksaan dan meminta keterangan sejumlah saksi. Penyidik menyimpulkan kasus ini dinaikkan ke tahap penyidikan. Jadi kami sampaikan, tidak ada itu penolakan laporan. Kami hanya memberikan kesempatan untuk mediasi dari Kadus dan Bhabinkamtibmas setempat,’’ katanya.
Dengan dinaikkan ke tahap penyidikan, kasus dugaan penganiayaan itu dipastikan berlanjut. Pelaku penganiayaan terancam dijerat pasal 352 ayat (1) KUHP dengan ancaman maksimal tiga bulan penjara.
‘’Kami bisa jerat dengan sangkaan pasal 352 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan ringan. Itu merujuk pada hasil visumnya,’’ tutup Kadek. (Arif. Radio Arki)