ARTIKEL

PROBLEMATIKA PENINGKATAN MUTU PERPUSTAKAAN SEKOLAH DENGAN KEBIJAKAN PIMPINAN

Oleh: Murni Kurnia, S.Pd.,MM (Kepala Perpustakaan SMAN 1 Mataram)

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada pasal 45 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

Salah satu sarana yang amat penting, tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan. Perpustakaan memungkinkan para tenaga kependidikan, guru dan para peserta didik memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan. Hal ini mengandung arti bahwa dalam penyelenggaraan sekolah sebagai satuan pendidikan pada jalur formal dipersyaratkan untuk menyediakan sarana pendidikan yang sesuai dengan perkembangan fisik, kecerdasan, intelektual, sosial, emosional, dan psikis peserta didik. Namun dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan perpustakaan sekolah banyak mendapat kritik karena berbagai kelemahannya. Kritik ini terutama ditujukan kepada kebijakan pimpinan sekolah sendiri yang belum mampu menunjang proses kegiatan belajar.

Perpustakaan sekolah kadang dianggap sebagai pelengkap dari satuan pendidikan formal. Hal ini memperlihatkan lemahnya peran pimpinan sekolah dalam menunjang proses belajar siswa di sekolah terutama pengadaan buku wajib dan buku minat siswa yang masih kurang serta pembelian buku buku referensi terbaru.

Beberapa alasan penyebab tidak maksimalnya perpustakaan sekolah kaitannya dengan kebijakan pimpinan, antara lain:

(1) Pimpinan kurang paham/mengerti terhadap essensi perpustakaan sebagai infrastruktur dalam menyediakan informasi dan peningkatan sehingga fungsi perpustakaan tidak menjadi prioritas, yang terlihat malah infrastruktur fisik menggeser esensi perpustakaan.

Kita harus memahami tentang pentingnya perpustakaan sebagai penyedia informasi bagi proses pembelajaran, hal ini yang harus dipahami oleh pimpinan sekolah sehingga pengembangan perpustakaan sekolah dapat dijadikan prioritas program sekolah.

(2) kurang terpeliharanya komunikasi antara perpustakaan sekolah dengan pimpinan, hal ini berkaitan dengan hal pengadaan buku, kadang buku yang dipesan perpustakaan tidak sesuai dengan yang datang bahkan yang datang buku yang tidak dibutuhkan guru dan siswa sehingga buku tidak dimanfaatkan.

Masalah yang sering muncul adalah penyusunan judul buku untuk perpustakaan lebih mengedepankan mentalitas proyek, pemimpin sebagai eksekutor anggaran kadang mengambil buku dari penerbit yang memberikan komisi tertinggi, perpustakaan hanya pasrah kepada distributor buku untuk pengadaan bahan pustaka. Model pengadaan buku yang demikian hanya akan menghasilkan “Perpustakaan yang membodohkan”

(3)  Bahan pustaka tidak seimbang, prosentase antar golongan/klasifikasi, bahan pustaka koleksi perpustakaan sebagian besar terdiri dari buku-buku pelajaran dan buku buku cerita/dongeng yang tidak menunjukkan adanya rencana pengembangan perpustakaan bahkan buku pelajaran dari tahun 1980an masih ‘ikut tampil’ di rak buku.  

(4). Anggaran untuk pengembangan perpustakaan pada umumnya tidak menentu. Tidak ada ketentuan secara pasti berapa anggaran pengembangan perpustakaan secara rutin dapat diperoleh dari suatu sumber misalnya dana BOS, di dalam juknis BOS terbaru tidak ada pembatasan porsentasi pembelian buku seperti tahun tahun sebelumnya artinya bisa melebihi 20% atau kurang yang penting sesuai kebutuhan sehingga sekolah yang tidak membeli buku selama dua tahun dari dana BOS perlu dipertanyakan apalagi banyak kekurangan buku baik itu buku wajib maupun peminatan

(5). Tenaga Pengelola perpustakaan terutama pustakawan jarang dilibatkan dalam pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi. Ini yang perlu diperhatikan karena pustakawan bukan hanya melayani dan mengolah buku tetapi dia juga pemikir sebagai aplikasi dari membaca buku.

Oleh sebab itu perlu ada upaya meningkatkan peran dan fungsi perpustakaan dengan melibatkan semua unsur dalam sekolah untuk meningkatkan pemberdayaan perpustakaan sekolah. Pengelola perpustakaan perlu meyakinkan pimpinan sekolah sebagai penyandang dana dan pengambil keputusan bahwa perpustakaan benar-benar merupakan pusat kegiatan akademis sehingga perlu mendapat dukungan moral dan dana yang memadai. Dengan adanya dukungan moral dan dana dari pimpinan sekolah, maka terbuka peluang bagi perpustakaan untuk membangun hubungan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah serta merealisasikan program peningkatan kuantitas dan kualitas perpustakaan. 

Semoga semangat pemerintah NTB dalam mengembangkan literasi, baik itu literasi digital maupun pengadaan referensi sejalan dengan kebijakan pemimpin dalam hal ini pemimpin sekolah demi kemajuan mutu dan kualitas siswa penerus bangsa.

Related posts

Perda Masker, Apakah Solutif?

ArkiFM Friendly Radio

Peran Aktif Masyarakat Dibutuhkan Untuk Pemilu Yang Berkualitas

ArkiFM Friendly Radio

Status Quo Kepemimpinan Lombok Tengah, Jegat Dinasti dengan Calon Alternatif

ArkiFM Friendly Radio