ARTIKEL

Aku Bukan Tong Sampah (2)

Khariadi, salah seorang petugas kebersihan saat memungut sampah di kawasan KTC, Rabu (8/12).Foto/arkifm/Khairuddin

Oleh: Khairuddin

Malam semakin larut. Sesekali angin bertiup kencang, dingin pun menusuk kulit. Dalam suasana malam itu, terlihat sekelompok pria sibuk mendorong bak sampah dan berpindah pindah posisi. Begitulah suasana tim UPTD Persampahan, melakukan sweeping sampah di kompleks perkantoran KTC.

Aktifitas bersih bersih adalah rutinitas. Setiap ada acara yang dihelat, selalu saja ada kesan minor tentang sampah. Bak memutar pedal sepeda, rutinitas pungut sampah selalu dilakukan dengan volume yang tidak pernah menyusut. Malah sebaliknya, semakin bertambah banyak.

Bagai pungguk merindukan bulan. Sepertinya pribahasa itu cukup tepat menggambarkan tentang cita cita masa depan, tentang kesadaran akan menjaga lingkungan. Padahal lingkungan yang bersih akan mendatangkan manfaat yang besar.

“Tong sampah sudah tersedia. Yang belum tersedia hanyalah kemauan. Karena kalau mau, bukan saja sampah dari diri sendiri, sampah orang lain pun diembat,” tutur Kepala UPTD Persampahan, Syaiful Muslimin, Kamis (9/12).

Mendorong kesadaran, kata Syaiful, bukanlah perkara muda, butuh waktu dan konsistensi yang kuat. Karena membangun kesadaran sama dengan mengetuk pintu hati. Belum lagi faktor penggerakknya yang masih swadaya dari anggota untuk sekedar keperluan makan dan minum.

“Apalagi bicara pemilahan dari organik dan non organik yang dalam implementasinya jauh api dengan panggangnya. Bayangkan saja, warga lebih memilih membayar petugas kebersihan, dibandingkan pengambilan sampah gratis dengan syarat sampah dipilah organik dan non organiknya,”ungkap syaiful.

Mengurai masalah sampah harus bisa dilihat secara kompleks. Harus punya gambaran besar dari hilir dan hulu prihal penanganan sampah. Kalau tidak begitu ya susah. Padahal kalau berpikir maju, mengelolah sampah rumah tangga bisa bernilai ekonomis, jika dikelolah secara tepat dan berkelanjutan.

Dari data Dinas Lingkungan Hidup, tercatat jumlah sampah meningkat hingga 5.809 ton untuk tahun 2020. Jumlah yang fantastis. Jika ada pemilahan sampah dan dikelolah secara professional, bukan tidak mungkin akan mendatangkan manfaat yang besar untuk masyarakat luas.

“Kalau ditantang pun dengan anggaran yang cukup untuk tahun 2022, saya yakin di tahun 2024 sudah bisa menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pengelolaan sampah di TPA. Ini bisa kita lakukan, tentunya dengan kesungguhan semua pihak,” katanya, optimis.

Sementara kalau mengelola dalam kondisi sekarang, itu sangatlah sulit. Karena belum ada kegiatan pemilihan, pengelolaan dan pemrosesan akhir sampah. Persoalan tidak ada tempat, peralatan dan minimnya tenaga kerja juga menjadi faktor utama.

Yang paling relevan justeru, pemilahan mestinya dilakukan sejak dari rumah tangga. Tapi itu butuh perjuangan, karena masyarakat masih enggan melakukan pemilahan. Mereka masih mengandalkan petugas yang mengangkut sampah dan tidak mau tau dengan pemilahannya.

“Sudah saatnya pengelolaan sampah ini difokuskan. Baik dari infrastrukturnya, hingga pengelolaannya. Kalau begitu kita tidak akan pernah maju dan menganggap sampah tetaplah sampah. Yang menjadi kewajiban petugas untuk memasukkan ke tong sampah setiap waktu,” tukasnya.

Related posts

Menolak Provokasi Dengan Provokasi, Siapa Provokator Sebenarnya?

ArkiFM Friendly Radio

Prahara, Dari Karampi Hingga ke Oi Katupa

ArkiFM Friendly Radio

Syariah Islam : Hak Rakyat Sepenuhnya Atas Tambang Berlimpah

ArkiFM Friendly Radio