Di era Demokrasi, masyarakat memiliki ruang yang besar dalam mengontrol setiap peristiwa terlebih itu soal menyangkut politik.
Saya mengikuti dengan cermat atas polemik yang terjadi terkait dengan diduganya ASN Kepala SMPN 2 Tambora terlibat dalam mensosialisasikan Caleg di Akun Medsosnya.
ASN tersebut telah diperiksa oleh BAWASLU Kabupaten Bima dan dinyatakan tidak termasuk dalam tindakan TIPILU. Dasar hukum yang dipakai oleh BAWASLU Kabupaten Bima adalah Pasal 547 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Menurut BAWASLU Kabupaten Bima yang dalam hal ini Abdurahman SH sebagai Koordinator GAKKUMDU dalam pernyataannya disalah satu media online bahwa pasal yang disangkakan terhadap oknum ASN yang bersangkutan tidak memenuhi syarat sebagai tindak pidana pemilu. Keputusan itu diambil setelah melalui kajian yang mendalam bersama tim GAKKUMDU (jaksa dan polisi) serta telah dikonsultasikan dengan akademisi pakar hukum tata negara universitas mataram.
Dengan dihentikannya proses pemeriksaan atas dugaan kampanye dimedsos oleh Oknum ASN dinyatakan tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilu oleh BAWASLU Kabupaten Bima secara cepat juga masyarakat menanggapi bahkan kecewa atas sikap BAWASLU Kabupaten Bima.
Aktivis dan Akademisi STIH menyoroti hal tersebut dengan menyatakan bahwa BAWASLU tidak cermat menggunakan pasal untuk oknum ASN yang terperiksa. BAWASLU menurut mereka seharusnya tidak menggunakan pasal 547 melainkan harus menggunakan pasal 494 sehingga dapat dijerat dengan delik “menjadi tim atau pelaksana kampanye”.
Menurut pandangan hukum saya, pasal yang disangkakan oleh BAWASLU sudah tepat dan malah yang salah kaprah adalah pasal yang disangkakan oleh Aktivis dan Akademisi tersebut.
Saran Saya, Untuk kawan-kawan Aktivis dan Akademis yang bersangkutan sebaiknya Membaca dan Memahami dengan baik frasa pasal 494 junto pasal 280 ayat 2 dan ayat 3 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sehingga apa yang dimaksud dengan “menjadi tim atau pelaksana kampanye” dalam pasal tersebut diatas bisa dipahami dengan baik dan jelas. Apakah perbuatan ASN yang dimaksud masuk dalam unsur “menjadi tim atau pelaksana kampanye” atau bukan.
Jika itu (membaca dengan cermat) sudah dilakukan, maka sesungguhnya kita bisa menemukan titik terang dari serangkaian langkah dan tindakan yang telah diambil oleh BAWASLU. Penting itu dilakukan (membuka kembali UU PEMILU) agar anasir-anasir yang terlihat tendesius dengan menyebut SDM BAWASLU rendah tidak menjadi pilihan kata yang tepat untuk konsumsi publik. Sebab bukan hanya BAWASLU disana, melainkan ada Kejaksaan dan Kepolisian.
Saya yakin, Akademis yang berkomentar disalah satu media online tersebut sangat paham bahwa pasal tidak dapat hanya dibaca sekedar 1 (satu) pasal melainkan harus membuka dan membaca juga pasal-pasal yang lain. Jika itu dilakukan, maka hemat saya Akademis tersebut juga akan memahami apa yang telah dilakukan oleh BAWASLU.
Selanjutnya, saya ingin katakan bahwa apa yang terjadi di Kabupaten Bima juga terjadi di Kota Malang. Kasusnya percis sama. Seorang ASN memposting Foto Capres di akun medsosnya, lalu diperiksa oleh BAWASLU. ASN tersebut oleh BAWASLU Malang dinyatakan tidak dapat dipidana melainkan BAWASLU mengirim surat rekomendasi ke KASN Kota Malang lalu kemudian KASN melakukan pemeriksaan terhadap ASN yang bersangkutan atas dasar surat rekomendasi BAWASLU.
Berdasarkan pemeriksaan KASN, ASN tersebut dinyatakan bersalah dan KASN Mengirim kembali surat ke BAWASLU untuk dilanjutkan ke Walikota Malang. Dan pada akhirnya ASN diberi sanksi.
Atas dasar itu, saya menyarankan kepada kawan-kawan Aktivis pegiat demokrasi dan pemilu di Kabupaten Bima serta Akademisi (Syamsudin) untuk sebaiknya mengawal proses ini di tingkat KASN karena BAWASLU sudah mengatakan pemberhentian pemeriksaan. Artinya terhadap ASN tersebut tidak dapat diterapkan (dijerat) Undang-undang Pemilu melainkan harus dijerat dengan UU ASN. Itu sudah menjadi ranahnya Pemerintah Daerah sebagai atasan yang bersangkutan (Oknum ASN).
Selama BAWASLU dalam rel, selama itu pula para pegiat demokrasi dan pemilu harus pasang badan mendukung BAWASLU. Sebab BAWASLU kuat bersama Rakyat. Jika mereka keluar rel, maka sudah menjadi kewajiban untuk mengkritik BAWASLU.
Terkait soal Kepala SMPN 2 TAMBORA, BAWASLU Kabupaten Bima saya menilai On The Track dan Yurisprudensinya adalah BAWASLU Kota Malang.
Muhammad Isnaini AR
Direktur Eksekutif Visi Indonesia Wilayah NTB.