ARKIFM NEWS

Soal Kasus Kiantar, Begini Tindakan Inspektorat

Sumbawa Barat. Radio Arki – Inspektorat Sumbawa Barat telah menelusuri, melakukan pembinaan dan mediasi kepada Kepala Desa Kiantar, Hasbullah terkait dugaan suap biaya administrasi sporadik pembebasan lahan.

Akhir tahun 2021 lalu, Inspektorat juga telah bertemu dengan Kepala Desa Kiantar, Anggota BPD Kiantar, serta Camat Poto Tano. Hasil penelusuran sejauh ini, prihal kasus Kepala Desa Kiantar lebih kepada mal administrasi. Karena yang terjadi adalah, ada pemberian uang yang di kwitansi untuk administrasi pembuatan sporadik sejumlah 150 juta.

Hal tesebut disampaikan Inspektur Inspektorat KSB, Drs. Mukhlis, M.Si didampingi Irban III dan Sekretaris Inspektorat, di Aula Inspektorat KSB, Rabu siang (23/2).

Inspektorat sejauh ini, kata Mukhlis, menduga ada ketidaktahuan pihak yang memberi. Sementara kepala Desa juga telah mengakui bahwa, dirinya yang meminta adanya biaya administrasi untuk Pemerintah Desa sejumlah 150 juta.

“Yang mentransfer saat itu berada di luar daerah, sehingga tidak bisa memberikan cash. Akhirnya ditransferlah ke rekening pribadi Kepala Desa. Kades berjanji akan memindahkan uang tersebut ke rekening Pemerintah Desa,” tutur Inspektur, menjelaskan kronologis berdasarkan keterangan Kades Kiantar kepada Irban III.

Mengetahui adanya aliran dana yang mengalir ke Kepala Desa, BPD Kiantar pada bulan 9 bersurat ke Kepala Desa yang isinya meminta segera mengembalikan dana tersebut ke kas Desa. Namun hingga tenggat waktu yang diberikan yakni pada tanggal 31 Desember 2021 tak kunjung dikembalikan, akhirnya Inspektorat kembali menginisiasi untuk bertemu.

“Dari hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Irban III, kepala desa mengakui segala proses yang terjadi atas permintaannya. Sebagai iktikad pengembalian, Kepala Desa telah melakukan penyetoran ke rekening desa, tapi baru 10 juta. Kepala Desa juga berkomitmen akan mengembalikan sisanya,” jelasnya.

Dalam proses ini, inspektorat telah menjalankan fungsi memanggil dan melakukan mediasi karena kepala desa adalah penyelengara pemerintahan di tingkat desa. BPD sebagai pelapor juga mengatakan bahwa, seandainya kades sudah mengembalikan semuanya ke kas desa, maka tidak akan dilaporkan.

“Secara garis besar yang kami tangkap, kasus ini lebih pada mall administrasi di kepala desanya, karena menerima uang dan tidak masuk ke kas desa. Itu tenpat miss-nya. Seandainya uang dikembalikan ke kas desa, kemudian diimbau kades tidak boleh menarik, maka uang itu akan tetap ada. Jadi ini yang sedang berproses di kami penelusurannya,” terangnya.

Disinggung mengenai dimungkinkan Pemerintah Desa menerima anggaran dari luar, Inspektur menjelaskan ada ruang yang dimanfaatkan oleh pemerintah desa, di Permendagri 20 tahun 2018 itu ada 3 sumber pendapatan desa. Salah satunya pada bagian ketiga adalah, sumbangan dari perusahaan yang beroperasi di Desa setempat. Kemudian sumbangan pihak ketiga juga boleh.

“Jadi yang masuk ke kas desa, maka akan menjadi uangnya desa. Yaa uangnya negara juga. Nanti di cek regulasinya, kalau ternyata ga boleh, maka kewajibannya yaitu mengembalikan uang itu ke pemilik sahnya,” tandas. (Enk. Radio Arki)

Related posts

Kerjasama dengan Berbagai Universitas, RSUD Asy-Syifa’ Dorong Perawat Tingkatkan Kapasitas

ArkiFM Friendly Radio

Harlah Ke 87, Ansor KSB Tegaskan Komitmen Jaga Ulama dan NKRI

ArkiFM Friendly Radio

Bawaslu KSB Buka Pendaftaran Calon Anggota Panwascam, Ini Syarat Syaratnya

ArkiFM Friendly Radio