Foto: Petani saat memikul hasil panennya menyusuri perbukitan terjal.
Sumbawa Barat. Radio Arki – Petani di Blok Remo Desa Tua Nanga, Kecamatan Poto Tano, harus rela memikul hasil panen jagungnya sejauh 3 kilo meter.
Memikul hasil panen berupa jagung bukanlah perkara muda, terlebih bagi petani bernama M. Tahir yang kini sudah kepala lima.
Untuk mengantar 1 karung hasil panen ke titik penjemputan saja, butuh waktu berjam jam berjalan di akses jalan terjal yang membela hutan lindung di Desa Tua Nanga
“Akses rusak berat, akibat dihantam air gunung pak. Terpaksa kami pikul,” tutur M. Tahir, di tengah perjalanan saat beristirahat memikul jagungnya.
Kisah sedih M. Tahir saat penen, juga dirasakan ratusan petani lainnya. Salah satunya Sadaruddin, yang kini sudah berusia senja.
Sadaruddin bersama anak dan keponakannya, harus rela naik turun bukit memikul hasil panennya langsung untuk menekan biaya tambahan.
“Bertahun tahun seperti ini. Semoga pemerintah melihat kondisi kami yang bersusah payah untuk bisa hidup,” keluh Sadaruddin, sembari mengusap keringatnya.
Dijelaskan Hamsah, Kades Tua Nanga, kondisi akses jalan menuju kebun jagung dan sawah seluas 150 hektar itu, memang mengalami rusak yang sangat parah akibat dihantam air gunung.
Akibatnya, akses yang pernah dibuat melalui program PNPM Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) tahun 2016 itu, tidak bisa lagi dilalui kendaraan.
Atas kondisi itu, Pemerintah Desa Tua Nanga, jauh jauh hari telah berencana ingin melakukan intervensi melalui Dana Desa.
Keinginan tersebut harus pupus, lantaran memperbaiki akses jalan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi persoalan ijin, karena jalan itu masuk kawasan hutan lindung.
“Kami akan mencoba mencari solusi ke Pemerintah Daerah dan Provinsi. Apalagi ini berkaitan dengan kesejahteraan petani di masa mendatang,” tukas Kepala Desa Tua Nanga. (Enk. Radio Arki)