Kondisi Jembatan Timbang Poto Tano Rusak Parah
Jembatan timbang, mungkin sebagian kita tak begitu tahu apa fungsinya?. Itu wajar, karena selain memang itu diperuntukan bagi transportasi angkutan terbatas. Di tanah Pariri Lema Bariri (baca. Kabupaten Sumbawa Barat) atau khususnya di wilayah pelabuhan Poto Tano, peralatan yang dilindungi Undang Undang ini tak begitu berfungsi, setidaknya itu yang penulis lihat.
Pekerjaan penulis, memang serabutan. Tetapi, pekerjaan ini tak jarang membuat penulis harus melintasi jembatan timbang KSB (sekedar lewat). Dalam sepengatuan penulis, fasiltas untuk mengukur berat transportasi angkutan barang itu, sudah lebih 2 tahun terakhir tidak beroprasi degan baik. Sebabnya, pun juga tak jelas. Pastinya, fasilitas ini sudah tidak berfungsi. Bisa jadi karena usia, bencana alam, atau mungkin karena alasan lain.
Kerusakan fasilitas ini mungkin tak banyak yang mau peduli, tetapi sepertinya naluri penulis terpanggil untuk menggali. Karena fasilitas ini adalah bagian dari sumber pendapatan daerah, yang bagi penulis setidaknya ini dapat mempengaruhi pembangunan di Sumbawa Barat, ataupun mungkin juga pariwisata, ya sengaja berharap begitu karena salah satu pekerjaan penulis adalah Guide, abaikan atau lupakan pekerjaan punulis. Parahnya kerusakan ini, berdasarkan penglihatan penulis juga berpengaruh kepada pelayanan Aparatur didalamnya, setidaknya itu yang penulis lihat.
Meskipun keadaan dan kendala yang dialami ini, dengan segala keterbatasan yang ada tidak pernah menyurutkan langkah para Abdi negara (baca: Aparatur) ini untuk memberikan layanan terbaik. Apalagi dengan beragam sikap para pengendara transportasi angkutan barang, yang kadang juga sangat tak beretika. Ada yang melempar bayarannya, sehingga harus dipungut di tanah. Bahkan ada juga yang membayar seadanya. Lantas kita mau salahkan siapa
Seperti yang dirasakan Mulyadi (39), atau yang akrab disapa akrabnya Baron. Bagi dia, petugas di tempat itu adalah bagian dari tugas abdi negara. Jadi meskipun kadang menyakitkan, tetapi harus tetap ditelan. “ya, mau gimana lagi mas, inikan tugas” ujarnya, saat penulis coba ajak untuk bercengkrama di pos jaga.
“apapun kondisinya, bagi kami yang jelas target PAD harus terpenuhi.” Ungkapnya, sembari coba untuk mengusap keringat dikeningnya.
Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai juru pungut di Jembatan Timbang, Baron juga menceritakan ‘panjang lebar’ suka dukanya kepada penulis dengan penuh semangat. Sistem kerja meraka dilakukan dengan sistem pergantian piket dan pergantian sihft 2 x 24 jam. Untuk melakukan tugasnya, dia dan temannya harus berjaga di ‘berugak’ (tempat lesehan semacam dipan). Selanjutnya, karena harus berjaga malam, mereka pun kadang istirahat malam dibawah pohon, dengan perlengkapan seadanya. Lantas, kita mau salahkan siapa? Atau memang mau dibiarkan …? Bagaimana negara ini mau berikan pelayanan maksimal, petugasnya aja tidak pernah diperhatikan, ini miris… (Arkifm.com_ Opini, Penulis : Fitrah Binsaad))