“Kasus Buruh Migran Di KSB Marak Terjadi, 2 Diantaranya Meninggal Dunia. Fakta ini tentu harus menjadi perhatian bersama, agar bagaimana kasus demi kasus tersebut tidak lagi terjadi.”
Taliwang. Radio Arki—Laporan kasus kekerasan dan pelanggaran hak terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sepanjang tahun 2017 ini tercatat sebanyak 20 kasus telah terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Kasusnyapun beragam, mulai dari kekerasan secara fisik, gaji yang tek terbayarkan hingga korban perdagangan manusia (Human Trafficking—Red)
Asosiasi Pekerja Timur Tengah Indonesia (APTTI) Sumbawa Barat, Marni Sulastri yang ditemui Radio Arki Selasa (01/8) sore kemarin, menerangkan bahwa, kekerasan dan pelanggaran hak yang diterima Pembantu Rumah Tangga (PRT) khususnya di timur tengah terjadi lantaran minimnya perlindungan dari pemerintah, dan kibijakan yang dikeluarkan justru mendiskriminasi hak asasi mereka.
“Sampai dengan hari ini status PRT masih dianggap budak dan belum terakui sebagai sebuah pekrjaan layaknya jenis pekerjaan lain. Hal inilah yang membuat hak-hak PRT yang terus dilanggar dan sulit mendapatkan keadilan.” Tegasnya
Menurut Marni, pelatihan yang diberikan perusahaan penyalur tenaga kerja selama ini dinilai hanya hal-hal teknis terkait pekerjaan, namun jarang dijelaskan apa saja hak-hak ketenagakerjaan mereka. Seharusnya pelatihan yang paling mendasar diberikan adalah apa saja hak-hak dan bagaimana pola perlindungan, bukan hanya tentang pelatihan soal rumah tangga saja.
Tak heran lanjut Marni, ada perbedaan yang cukup signifikan soal pengetahuan hak tenaga kerja PRT di Arab Saudi ketimbang mereka yang bekerja di Hongkong. Dimana para majikan di Arab Saudi umumnya membatasi akses keluar rumah bagi PRT mereka, sedangkan di Hongkong para PRT lebih dimudahkan karena masih boleh keluar dari rumah dan berkumpul dengan rekan sesame PRT.
“Pemerintah perlu lebih meningkatan sosialisasi mengenai itu, sehingga pemahaman mereka soal hak tenaga kerja ini muncul dari kumpul-kumpul itu.” Terangnya.
Dibagian lain, Kepala Dinas (Kadis) Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) melalui Kepala Bidang (Kabid) Penempatan Tenaga Kerja (Penta), Taufi Hikmawan, yang dikonfirmasi Radio Arki membenarkan soal maraknya kasus buruh migrant yang terjadi belakangan ini. Namun dapat dijelaskan bahwa 12 kasus diantaranya telah selesai tertangani, sedangkan 8 kasus sisanya masih dalam peroses penanganan.
“Kami akui soal sosialisasi yang minim, termasuk juga mengenai pentingnya aturan keberangkatan. Namun bukan berarti pemerintah tidak pernah mensosialisasikan, hanya saja masih kurang maksimal,” ujarnya
Dibeberkan, dari jumlah kasus tersebut, terdapat peningkatan kasus penempatan buruh migran yang tidak melalui jalur resmi atau berangkat secara ilegal. Mulai dari mulai dari manipulasi visa, perpanjangan kontrak, pemalsuan identitas hingga penipuan yang berujung pada eksploitasi perempuan buruh migran. Dan dengan modus dijanjikannya pekerjaan dengan gaji yang besar oleh penyalulr jasa tenaga kerja kepada TKI, bahkan tak tanggung tanggung calon TKI diberikan uang saku sebelum keberangkatannya.
“Penyalur jasa tenaga kerja tak jarang ditemukan melakukan berbagai kecurangan, sehingga membuat TKI terjebak dalam human trafficking,” ujarnya
Terkait dengan lambatnya penanganan pemerintah, jelas Taufik, penanganannya memang membutuhkan waktu yang lama, sebab ada tiga tahapan yang dilakukan pemerintah daerah (Pemda), yaitu pengumpulan informasi dan data tentang TKI bersangkutan untuk kemudian melaporkannya ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan selajutnya dilaporkan ke Pemerintah Pusat. Setelah laporannya masuk ke pemerintah pusat kemudian diperoses ke negara tujuan. “Kami di daerah memang tidak dapat berbuat banyak, hanya bisa bersurat dan menunggu hasil dari pemerintah pusat.
Kendati demikian, percepatan proses penangangan kasus pahlawan devis ini tergantung dari status keberangkatannya. Apabila dia yang berangkat dengan jalur resmi, tentu penanganannya cukup cepat ketimbang dia yang berangkat secara illegal.
“Dan cendurung bagi dia yang keberangkatannya secara illegal inilah yang menjadi kendala terberat kita dalam proses penanganannya. Sebab informasi data PRT bermasalah tidak jelas dan sulit untuk dideteksi secara cepat.” Ungkapnya
Untuk diketahui, dari kasus yang ada, Dua diantaranya telah meninggal dunia, di Malaysia atas nama Muhammad Nasir asal Kecamatan Seteluk dan Ijah Hadijah meninggal di Brunai Darussalam. Dan yang masih dalam proses diantaranya adalah, Kurniati asal Kecamatan Brang Ene yang berangkat ke Arab Saudi melalui Perseroan Terbatas (PT) Marco Ria Putra pada tahun 2011, Nuria asal Kecamatan Taliwang yang berangkat ke Malaysia melalui PT Surya Pasifik Jaya di tahun 2016, Marti Lestari asal Kecamatan Seteluk yang berangkat ke Saudi Arabia melalui PT Falah Rima Hudayti Bersaudara di tahun 2015 yang lau.
Selanjutnya, Asia asal Kecamatan Maluk yang berangkat ke Taiwan melalui PT Assanatama Karya Mandiri di tahun 2016, Mardianti asal Kecamatan Seteluk yang berangkat ke Saudi Arabia melalui PT Falah Rima Hudayti Bersaudara di tahun 2016, dan Niakusumawati asal Brang Rea yang tujuannya masih belum jelas, lantaran tertahan oleh pihak agency, serta Nurkemah asal Kecamatan Seteluk yang berangkat ke Saudi Arabia melalui PT Abdul Pratama Jaya di tahun 2017 ini. (Moerdini.Radio Arki)