ARTIKEL

Dinamika DPRD KSB: AKD, Faksi Politik, dan Status Doktor Aher

Penulis: Akmaluddin Kamal

Opini ini mengangkat isu terkait upaya menggagalkan hasil Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPRD Kabupaten Sumbawa Barat, dengan fokus pada peran dan status Dr. Aheruddin, SE., ME., yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD sekaligus calon wakil bupati (cawabup) yang berpasangan dengan Fud Syaifuddin, ST., MM. Inov dalam Pilkada Sumbawa Barat 2024. Ada beberapa aspek penting yang perlu diurai lebih mendalam dalam konteks ini:

  1. Status Dr. Aheruddin Sebagai Anggota DPRD dan Cawabup

Secara de facto, Dr. Aheruddin telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota DPRD untuk memenuhi persyaratan pencalonan dalam Pilkada, sesuai dengan ketentuan dalam UU Pemilu Kepala Daerah dan aturan turunannya, seperti PKPU. Ini berarti bahwa dalam proses pencalonan yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu, Dr. Aheruddin dianggap telah memenuhi syarat dan diakui sah sebagai calon.

Namun, secara de jure, hingga saat ini, ia masih berstatus sebagai anggota DPRD Kabupaten Sumbawa Barat, merujuk pada Surat Keputusan (SK) pelantikan dan penetapannya sebagai anggota DPRD pada 19 Agustus 2024, untuk periode 2024-2029. Status de jure ini berlaku karena belum ada SK pemberhentian atau SK Pergantian Antar Waktu (PAW) yang disahkan oleh Mendagri melalui perpanjangan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Artinya, selama SK tersebut belum diterbitkan, status Dr. Aheruddin sebagai anggota DPRD masih sah secara hukum.

Hal ini memunculkan pertanyaan mengapa status tersebut baru dipersoalkan sekarang. Menariknya, opini ini menyinggung bahwa ada faksi tertentu di DPRD yang sengaja menggunakan status Dr. Aheruddin sebagai alat untuk mencapai tujuan politik tertentu. Faksi-faksi ini, yang diduga merasa kalah dan tidak mendapatkan posisi strategis di DPRD, berusaha mengganggu konsentrasi Dr. Aheruddin sebagai calon wakil bupati dengan memanfaatkan situasi yang ada.

  1. Upaya Menggagalkan Hasil AKD di DPRD

Dalam konteks ini, penulis menyebut adanya upaya dari beberapa faksi untuk menggagalkan hasil AKD dalam sidang paripurna pertama setelah pelantikan unsur pimpinan DPRD. AKD merupakan instrumen penting dalam menentukan pembagian peran strategis di DPRD, seperti penentuan ketua komisi dan alat-alat kelengkapan lainnya. Faksi yang merasa dirugikan oleh hasil ini mungkin mencari celah untuk menggoyahkan tatanan yang telah terbentuk dengan cara menyerang status Dr. Aheruddin, baik sebagai anggota DPRD maupun sebagai cawabup.

Serangan ini, yang disinyalir dilakukan secara politis, memperlihatkan upaya dari pihak-pihak yang tidak puas dengan distribusi kekuasaan di DPRD. Mereka mungkin melihat status Dr. Aheruddin yang berada di dua posisi ā€” sebagai anggota DPRD dan cawabup ā€” sebagai peluang untuk mengguncang stabilitas lembaga. Namun, secara aturan, tindakan ini tidak sejalan dengan mekanisme yang seharusnya berjalan, sebab selama belum ada SK PAW atau pemberhentian resmi dari Mendagri melalui Gubernur, status Dr. Aheruddin sebagai anggota DPRD masih sah secara hukum.

  1. Kebocoran Dokumen dan Isu Ketidakbertanggungjawaban DPRD

Penulis juga mengungkapkan adanya kebocoran dokumen rahasia negara, seperti kwitansi gaji anggota DPRD, ke publik. Ini dianggap sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab, mengingat dokumen-dokumen semacam itu seharusnya dilindungi oleh lembaga terkait. Kebocoran ini, selain merusak citra DPRD, juga dapat diartikan sebagai bentuk serangan terhadap Dr. Aheruddin dan kader Gerindra lainnya, yang menjadi sasaran pihak-pihak yang berusaha mengganggu konsentrasi politik mereka.

Dalam pandangan penulis, fraksi Gerindra semestinya lebih proaktif dalam menanggapi upaya-upaya ini, terutama dengan melindungi kadernya dari serangan yang tidak berdasar. Pengungkapan dokumen rahasia kepada publik adalah indikasi bahwa ada pihak-pihak yang tidak menghargai integritas lembaga DPRD dan secara tidak langsung melemahkan wibawa politik Gerindra dalam memimpin perubahan.

  1. Kesimpulan: Konspirasi Politik di Balik Pergolakan DPRD

Opini ini memberikan gambaran tentang bagaimana faksi-faksi politik di DPRD Sumbawa Barat menggunakan berbagai taktik untuk mempengaruhi dinamika kekuasaan, termasuk dengan menyerang individu seperti Dr. Aheruddin. Isu ini tidak hanya soal status keanggotaan DPRD, tetapi juga soal kepentingan politik yang lebih luas dalam pertarungan kekuasaan di level daerah.

Ada indikasi kuat bahwa upaya-upaya ini tidak semata-mata tentang hukum, tetapi lebih kepada strategi untuk merebut kembali posisi strategis yang hilang dalam komisi-komisi DPRD. Pada akhirnya, opini ini mengingatkan bahwa politik adalah arena di mana taktik dan manuver sering kali digunakan untuk mencapai tujuan, bahkan jika itu berarti harus menyerang lawan politik dengan cara-cara yang tidak selalu sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Related posts

Menjenguk Pendidikan Politik Pilkada NTB

ArkiFM Friendly Radio

REFLEKSI HARI GURU: BUATLAH DIRIMU PANTAS DIPERHITUNGKAN

ArkiFM Friendly Radio

Mendukung KSB BAIK adalah Pilihan Membangun

ArkiFM Friendly Radio