(Oleh : Samsun Hidayat, Dosen IKIP Mataram)
Beberapa bulan lagi NTB akan melaksanakan pesta demokrasi, yaitu pemilihan gubernur. Sebagai salah satu propinsi dalam Pilkada serentak, tentunya sejak beberapa bulan lalu riak pilkada sudah terdengar memanas. Terutama sejak empat calon menyerahkan berkas pendaftaran ke KPU NTB, genderang pertarungan seolah dibunyikan. Bukan main, partai-partai mulai mengatur posisi. Tim sukses pun ikut meramaikan dengan segala “cara” dan “gaya”. Baliho terpampang, leflet dan poster terpasang, bahkan sepanjang jalan pepohonan tak berdosa pun ikut dipaku dan di tindih. Yang membuat penulis geli yaitu suasana media sosial yang “amburadul” melebihi kenyataan lapangan. Semua kita bahkan bisa menyaksikan betapa hebatnya masyarakat NTB saling menghina, mencela, bahkan dengan caci tiada henti. Sehingga perlu kiranya sebagai masyarakat yang sadar akan masa depan generasi, penulis ingin mengajak pembaca untuk menjenguk kesehatan pendidikan politik PILKADA NTB sesekali.
Perdebatan Gaib Timses di Medsos
Bagi siapapun pengguna medsos, sudah tentu bisa menyaksikan betapa “ngerinya” perdebatan para “Timses”. Jangan heran dan jangan kaget ketika kita hanya akan banyak menjumpai aib-aib serta fitnah gaib kepada setiap calon daripada prestasi dan kreasinya. Karena sungguh begitu banyak timses –yang sesungguhnya bukan timses- begitu pintar dan hebat memuji dan mencela. Memuji “jagoan” sendiri sembari mencela dan menghina “jagoan lainnya”. Tentunya hal ini merupakan masalah bagi pendidikan politik generasi kita. Mengingat pengguna medsos usia remaja di Indonesia mencapai 18% sejak tahun 2017, maka mereka akan dengan bebas dan terbuka menyaksikan generasi tua yang seharusnya “ditauladankan” justru saling menghina, mencela, mencaci, memaki, bahkan tanpa malu menulis kalimat-kalimat umpatan.
Kita begitu jarang bahkan tidak pernah menyaksikan perdebatan sehat Timses tentang visi NTB ke depan. Alih-alih masyarakat dan generasi diberikan informasi, pengetahuan, serta kreasi pasangan calon, justru dihidangkan dengan segelumit caci maki dan komentar hina cela antara timses. Sesungguhnya, masyarakat kita menginginkan adanya perdebatan menarik tentang visi NTB ke depan dan kesesuaiannya dengan kemampuan masing-masing calon.
Melihat keseriusan masalah ini, tentunya setiap pasangan calon memiliki kewajiban untuk mengarahkan dan membina pendukung, khususnya tim sukses untuk lebih mengutamakan pendidikan politik yang santun dan ramah. Karena jka tidak, maka calon gubernur NTB saat ini secara tidak sengaja melakukan pembunuhan karakter generasi terhadap pendidikan politik yang bersih. Dan pada akhirnya, tauladan di tengah masyarakat pun akan punah, kesehatan politik pun terganggu, hingga masa depan politik kita ke depan berada dalam kekuatiran yang akut.