ARTIKEL

TPST salah satu upaya penanganan masalah sampah di KSB

Oleh : Alimuddin
(Penggiat Lingkungan/Owner Kuli Farm

Berbicara masalah sampah tidak akan ada habisnya, sampah menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi baik di kota maupun di pedesaan. Tingginya populasi dan pola konsumsi masyarakat yang tidak bertanggung jawab menyebabkan jumpah sampah terus meningkat.

Hal ini yang penulis rasakan dalam waktu terahir di Desa Benete, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Kecamatan Maluk ditetapkan sebagai Kawasan Industri, kehadiran PT Amman Mineral Nusa Tenggara, perusahaan tambang tembaga dan emas yang mengelola tambang Batu Hijau. Tambang ini merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia dan menjadi pilar utama perekonomian Maluk.

Aktivitas pertambangan tidak hanya menghasilkan kontribusi ekonomi yang signifikan, tetapi juga menciptakan potensi sampah dan pencemaran lingkungan jika tidak ada pengolahan dan penanganan sampah yang serius oleh semua semua pemangku kepentingan yang ada di Kecamatan Maluk dan Kabupaten sumbawa barat pada umumnya.

Jika dibandingkan dengan 8 kecamatan yang ada di kabupaten sumbawa barat, Kecamatan Maluk adalah yang paling komplek masalah sampah dan jenis sampah yang dihasilkan. Selain sampah yang dihasilkan dari rumah tangga, ada juga sampah beberapa dari jenis hasil aktifitas perusahaan tidak terkelola dengan baik dan berakhir di TPA.

Sistem penanganan sampah harus dirubah, jika dulu kita mengenal dengan sistem jemput, angkut dan buang ke TPA. Salah satu solusi yang kini semakin menjadi perhatian adalah pengelolaan sampah berbasis Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), sebuah paradigma baru yang bertujuan mengubah cara pandang dan penanganan sampah secara menyeluruh.

Model ini mengadopsi prinsip pengelolaan sampah secara 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang lebih ramah lingkungan dibandingkan cara tradisional, yaitu mengumpulkan, mengangkut, dan membuang sampah ke TPA tadi. Dengan TPST, sampah dapat diproses langsung di lokasi, baik menjadi kompos, energi alternatif, maupun produk daur ulang.

Penggunaan TPST juga bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif lingkungan, seperti emisi gas rumah kaca dari TPA, pencemaran tanah, serta risiko kesehatan masyarakat sekitar. Selain itu, TPST menciptakan peluang ekonomi, seperti pendapatan dari hasil daur ulang dan penjualan pupuk kompos, sehingga turut memberdayakan masyarakat.

Saatnya Berubah

Melalui TPST, paradigma baru penanganan sampah ini menuntut perubahan cara pandang masyarakat, dari hanya membuang sampah menjadi memanfaatkan sampah secara maksimal. Masyarakat perlu didorong untuk memilah sampah sejak dari rumah, sementara pemerintah dan pelaku usaha harus berkolaborasi dalam menyediakan fasilitas TPST yang memadai.

Menurut pandangan penulis TPST tidak bisa berdiri sendiri, selain fasilitas yang dibangun perlu adanya program yang berkelanjutan agar warga atau pihak swasta yang menhasilkan sampah untuk mau memilah dari sumbernya. Selain itu juga perlu adanya kegiatan yang serupa (TPST) skala lebih kecil lagi atau apapun Namanya namun tidak lepas dari tiga prinsip 3R tadi.

Related posts

Umrah Backpacker, Akankah Diatur Kemenag?

ArkiFM Friendly Radio

Identintas Kepemimpinan Nggusu Waru Mbojo Abad 21

ArkiFM Friendly Radio

Bawaslu NTB Atensi Keterlibatan ASN Di Pilgub

ArkiFM Friendly Radio