Oleh Edy Supriatna Sjafei
Dalam berbagai laman, backpacker adalah istilah yang digunakan untuk para traveler dengan budget minim, pesertanya dapat menjelajah tempat-tempat eksotik di seluruh dunia, sambil berjalan kaki. Mencari yang serba murah dan sangat menikmati detail perjalanan.
Dalam perjalanan umrah, para peserta umrah backpacker terdiri dari beberapa orang. Mereka ini lebih leluasa dibanding umrah PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah. Pesertanya banyak menginap di masjid yang ada di kota Mekkah.
Sudah tentu melakukan itikaf (berasal dari bahasa Arab akafa yang berarti menetap, mengurung diri atau terhalangi) di Masjidil Haram. Sementara barang bawaan peserta dan peralatan mereka, tatkala berada di kota suci tersebut dapat dititipkan di satu tempat (hotel).
Tentu saja, cara berumrah seperti itu dapat menekan biaya-biaya: makan dan transportasi. Bagi seseorang yang ingin melaksanakan umrah backpacker, terpenting adalah memiliki visa dan tiket pergi-pulang dari Tanah Air ke Tanah Suci. Itu saja, cukup.
Untuk selebihnya, diatur oleh “travel”.
Belakangan ini, para PPIU diam-diam mulai tertarik menyelenggarakan perjalanan umrah model backpacker. Bahkan sudah ada yang menawarkan melalui media online. Lalu, bagaimana pengawasannya dari instansi berwenang?
Sejatinya fenomena perjalanan umrah backpacker ini sudah diketahui oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah tetapi belum ada PPIU yang ditindak.
Mengapa? Ya, karena pesertanya lebih mandiri. Juga belum pernah ada kasus yang dilaporkan ke pihak berwajib, seperti kasus umrah atau haji khusus tak jadi berangkat karena ditipu biro perjalanan.
Lagi pula melakukan ibadah umrah dengan cara backpacker jauh lebih murah karena yang bersangkutan memperoleh tiket dengan harga promo. Bahkan “melalui kelompok” pembayarannya pun dapat dicicil melalui “virtual account” Bank Mandiri Syariah.
Jamaah bisa mengatur jadwal sendiri dalam melakukan aktifitas selama di Tanah Suci tanpa harus mengikuti aturan dari pemandu perjalanan, misalnya mau berapa lama umrahnya, berapa lama di Tanah Suci. Berapa lama di Maddinah atau di Mekkah, mau tambah ziarah atau tur ke negara lain semua tergantung kesepakatan kelempok atau groupnya.
Pergi umrah dengan cara backpacker diyakini dapat terhindar dari penipuan yang mengatasnamakan biro umrah karena tiket pesawat sudah dipegang oleh jamaah atau tiket sudah “di-issued” atau diterbitkan.
Karena tiket langsung di-issued, tentu saja bagi pemegang tiket promo tidak bisa di-refund dan diganti nama. Jadi, apabila berhalangan berangkat maka tiket menjadi hangus. Hal ini memang sangat tergantung kebijakan masing-masing maskapai. Ada juga yang bisa diganti tanggal tapi akan dikenakan biaya yang sangat mahal hampir sama dengan pembelian tiket baru.
Kelemahan umrah backpacker adalah waktu perjalanan yang lebih lama karena harus transit di beberapa negara dengan waktu tunggu lama. Bahkan bisa berjam-jam jika menggunakan tiket promo dengan maskapai harus beberapa kali transit.
Dalam sebuah laman, ada penawaran untuk berumrah dengan cara backpacker. Disebutkan, peminat dianjurkan membentuk kelompok atau grup. Khususnya untuk wanita usia kurang dari 45 tahun tidak bisa berpergian sendiri tanpa mahrom. Jadi, pertimbangkan hal ini baik-baik. Apalagi yang berusia lanjut.
Animo tak berkarang
Haji dan umrah merupakan ibadah wajib bagi umat Islam yang mampu dan saat ini antrean untuk menunaikan ibadah itu sangat panjang, di salah satu provinsi masa tunggunya sudah mencapai 20 tahun.
Karena itu, sebagian umat Islam lebih memilih ibadah umrah terlebih dahulu sambil menunggu giliran menunaikan ibadah haji. Dan sebagai konsekuensinya, kini jumlah jamaah umrah pun terus meningkat.
Bendahara Umum Asosiasi Umrah dan Haji PRATAMA Ali Masugi di Jakarta, menyebut, kedatangan Raja Arab Saudi, Raja Salman Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud (1-12 Maret 2017) mengundang simpati, apresiasi dan harapan bagi masyarakat di Tanah Air. Sebab, selain meningkatkan hubungan kedua negara juga turut meningkatkan bisnis khususnya di bidang penyelenggaraan umrah.
“Kedatangan Raja Salman tentu memiliki maksud dan tujuan yang menjadi harapan masyarakat Indonesia. Setidaknya hubungan antarnegara sahabat ini semakin erat, tidak hanya pada dimensi ekonomi, namun sosial dan budaya juga,” kata Bendahara Umum Asosiasi Umrah dan Haji PRATAMA Ali Masugi di Jakarta, baru-baru ini.
Terkait dengan kunjungan Raja Salman itu, dia mengatakan, ada tiga harapan yang disampaikan. Pertama, atas nama PRATAMA mengucapkan banyak terima kasih atas kembalinya kuota dasar haji Indonesia.
“Jika memungkinkan kiranya Raja Salman dapat menambah atau menyesuaikan kuota tahun ini dan mendatang minimalnya 1 permil dengan jumlah penduduk muslim Indonesia ditambah penambahan kuota hingga bertotal 250.000 kuota haji pada tahun ini. Sehingga masa antrean dapat lebih ditekan,” harap Ali.
Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 255 juta orang penduduk pada tahun 2016. Jika jumlah penduduk muslim sebesar 87,17 persen maka kuota haji Indonesia menjadi 222.284 (255.000.000 x 87,17 persen) x 1/1.000). Angka 222.284 menjadi kuota dasar haji Indonesia tahun 2016.
“Jadi, ada penambahan kuota 27.716 dari kuota penyesuaian 222.284. Hingga totalnya menjadi 250.000 pada tahun ini,” kata Ali.
Kedua, pihaknya mengharapkan agar biaya visa bagi jemaah umrah dapat digratiskan.
“Karena tidak semua jemaah umrah masuk dalam kategori sangat berkecukupan dalam dimensi keuangan,” kata Ali.
Ketiga, pihaknya juga mengharapkan Raja Salman agar seluruh asosiasi umrah dan haji dapat lebih bersinergi dengan lembaga terkait Arab Saudi yang mengurusi soal haji, umrah dan wisata.
“Asosiasi umrah dan haji merupakan mitra dan pelayan, baik di Tanah Air maupun Arab Saudi, dengan adanya MoU dengan asosiasi setidaknya peluang untuk lebih menggerakkan sektor industri ini akan lebih kuat termasuk industri jasa wisata halal,” kata Ali yang juga salah satu provider visa umrah.
Peran PPIU
PPIU memegang peranan penting karena seluruh penyelenggaraan umrah menjadi tanggung jawabnya. Kementerian Agama (Kemenag) hanya sebagai regulator. PPIU jumlahnya kini mencapai 648 penyelenggara resmi.
Mulai 2015 hingga kini, Kemenag mencatat 10.920 kasus penipuan dengan nilai kerugian masyarakat mencapai Rp218,4 miliar dengan asumsi rata-rata per jamaah membayar Rp20 juta. Tentu, Kemenag tak tinggal diam. Sudah 14 travel umrah berizin (PPIU) dikenakan sanksi permanen.
Jadi, meski diselenggarakan oleh swasta, pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan umrah berjalan aman dan lancar sesuai syariat Islam. Namun di sisi lain, Pemerintah pun punya kewajiban memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan kepada anggota jemaah umrah.
Untuk itu, dalam kaitan untuk menghindari penipuan yang terus berulang dalam penyelenggaraan umrah, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) melakukan beberapa upaya agar pelaksanaan umrah dapat berjalan tertib, aman dan lancar.
Terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) 18/2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dan kampanye masif melalui gerakan 5 Pasti Umrah, serta upaya lain.
Gerakan Lima Pasti Umrah itu berupa (1) memastikan biro perjalanan ibadah umrah memiliki izin resmi. (2) Memastikan jadwal keberangkatan dan penerbangan ke Tanah Suci. (3) Pastikan harga dan paket yang ditawarkan biro perjalanan ibadah umrah. (4) Jamaah harus memastikan nama penginapan selama di Tanah Suci. (5) Jamaah harus memastikan visa umrahnya. Normalnya 2 hari sebelum berangkat jamaah sudah bisa mendapatkan visa. Jangan sampai pada hari H jamaah belum tahu apakah mendapat visa atau belum.
Direktur Haji Khusus dan Umrah Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Dr. Muhajirin Yanis berjanji akan menertibkan biro perjalanan atau travel umrah – yang kemudian dikenal sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) – sehingga kasus penipuan dan penelantaran jemaah umrah, termasuk umrah backpacker dapat ditekan jumlahnya.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melantik Muhajirin Yanis, Jumat (17/02/2017) menjadi Direktur Haji Khusus dan Umrah. Ia sebelumnya adalah Direktur Pembinaan Haji dan Umrah. Penertiban PPIU harus berkesinambungan. Termasuk PPIU yang menyelenggarakan umrah backpacker.
Lantas, bagaimana dengan umrah backpacker, sudahkah Ditjen PHU memiliki aturannya?
Editor: Aditia Maruli
(Sumber: Antaranews.com)