Sumbawa Barat. Radio Arki – Nama Nadine Alexandra tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Dalam kunjungannya di Kabupaten Sumbawa Barat beberapa waktu lalu, ia mengunjungi banyak tempat wisata. Namun siapa sangka, dirinya terhentak ketika melihat ramainya aktifitas illegal mining atau yang lebih dikenal dengan Pertambangan Tanpa Ijin (PETI).
“Sangat disayangkan. Bumi yang asri ini dibiarkan rusak akibat PETI,” ujarnya.
Menurutnya, kehadiran PETI memberikan multiplayer effect yang buruk terhadap lingkungan, bahkan mengancam satwa serta biota lainya yang tak terlihat secara kasat mata. Lebih lebih aktifitas tambang tersebut, menggunakan bahan kimia berbahaya seperti mercury sebagai sarana menangkap atau memisahkan emas dari butiran bebatuan yang terlebih dahulu digelondong.
“Mercury sangat berbahaya bagi lingkungan dan juga manusia. Contoh, jika manusia terpapar mercury, maka besar kemungkinan keturunannya akan lahir cacat. Jika mencemari lingkungan, maka lingkungan akan rusak. Nah, sementara untuk mengembalikan lingkungan normal seperti semula, membutuhkan waktu yang sangat lama,” terangnya.
Putri Indonesia tahun 2010 itu juga mengungkapkan, bahwa menjaga keseimbangan kondisi lingkungan bukan tanggung jawab aparat dan pemerintah saja. Akan tetapi, tanggung jawab bersama. Pasalnya, PETI yang ramai saat ini seakan merusak hutan dan lingkungan sekitarnya, bahkan dampaknya akan terasa lima sampai sepuluh tahun kedepan.
“Jangan biarkan lingkungan rusak karena anak cucu kita akan menanggung beban. Jangan wariskan air mata, akan tetapi tinggalkan mata air sebagai sumber kehidupan. Maksudnya, jangan rusaki alam untuk kepentingan sesaat, seperti aktifitas PETI,” ucap wanita berparas ayu tersebut.
“Dengan jumlah PETI yang banyak, artinya skala pencemaran juga sudah sangat luas dan kita harus mulai mempertimbangkan dampaknya kepada kesejahteraan masyarakat KSB dan alam yang masih sangat indah. Inilah yang harusnya menjadi fokus bersama,” tambah Nadine.
Wanita yang pernah mewakili Indonesia di ajang Miss Universe 2011 itu juga mengapresiasi tindakan Kepolisian Resort Sumbawa Barat yang menertibkan dengan menutup aktifitas PETI di Kecamatan Sekongkang.
“Jangan hanya pelaku dan tempat yang mendapat perhatian, tetapi peredaran mercury itu jauh lebih penting menjadi atensi,” gugah Nadine.
Ia berharap sekaligus menyarankan kepada Pemkab Sumbawa Barat agar tidak henti memberikan pemahaman kepada masyarakat soal bahaya mercury. Apakah itu menggandeng NGO maupun OKP sebagai mitra.
Selain itu, Pemkab juga harus menawarkan solusi kepada eks penambang agar mereka meninggalkan pekerjaan penambangan rakyat dengan memulai aktifitas yang baru, tentunya dengan aktifitas yang tidak mengancam kesinambungan lingkungan alam.
“Masyarakat tidak boleh ternina bobo dengan penghasilan dari PETI. Harus disikapi soal PETI jika ingin persada KSB selamat dari pencemaran lingkungan,” tukasnya. (Enk. Radio Arki)