Mataram. Radio Arki – Hultah NWDI ke-84 di Pancor, Lombok Timur digelar Sabtu, 27 Juli 2019. Berbagai rangkaian kegiatan dan hadirnya banyak tokoh membuat acara tersebut berlangsung meriah.
Para tokoh NWDI, tamu mancanegara hingga pejabat daerah hadir di acara tersebut. Namun, yang menjadi sorotan penampilan Gubernur NTB, Zulkieflimansyah di acara itu.
Bang Zul sapaan akrabnya mengenakan celana jeans dan sandal. Penampilannya tersebut dikritisi banyak orang, karena di saat para tamu mengenakan busana resmi, Bang Zul justru dibalut busana harian dan seadanya.
Salah satu kritikan datang dari Pengamat Sosial Politik Kota Mataram, M16. Direktur M16, Bambang Mei F atau akrab disapa Didu menyoroti penampilan orang nomor satu di NTB itu.
Melalui tulisannya berjudul “Catatan Perjalanan Hultah NWDI”, Didu mengkritisi busana yang digunakan gubernur.
“Asyik ngobrol sama Mas Yayat, aku lihat rombongan TGB Gak berapa lama, muncul rombongan ulama. Semua berdiri hormat. Masyayikh di sekitarku juga berdiri memberi rasa hormat. Kemudian tampak Pak Samsul Luthfi, Kakak kandung TGB. Akupun bersalaman dan memberikan hormat sbg tanda takzim.. Suasana berbeda dan kontras justru aku lihat pas Gub NTB Dr Zul datang, semua flat. Gak ada berdiri, apalagi bersalaman . Why ? Lebih aneh lagi, kok sepertinya semua cuek bebek? whats wrong?” Tulisnya.
Pada tulisan kedua, Didu menjelaskan mengapa kehadiran Bang Zul di acara itu justru terkesan dicueki. Dia mengungkapkan itu lantaran busana yang dikenakan terkesan tidak formal saat menghadiri acara formal.
“Begini, biar aku lanjutkan. Kenapa banyak yang cuek bebek dan kurang respek dengan Dr Zul pada acara Hultah NWDI. Pandanganku, tampilannya bak bumi dan langit dengan para tamu lain. Di saat semua berjubah, berjas, atau memakai batik, aku lihat Dr Zul ini memakai jeans dan sandal. Aku sendiri saja yang orang biasa, pakai batik, celana kain, dan bersepatu. Bisa jadi semua tadi kurang respek karena melihat penampilannya,” jelas Didu.
Tulisannya yang dibagikan melalui akun Facebook dan group WhatsApp mendatang banyak komentar. Banyak yang mendukung kritikannya terhadap busana yang digunakan Bang Zul. Karena, tidak sekali itu saja Bang Zul menggunakan busana ala kadarnya. Saat bertemu Bambang Kristiono petinggi Partai Gerindra maupun bertemu investor Jepang yang ingin investasi rumah tahan gempa di NTB, busana yang dikenakan gubernur terlihat tidak formal, meskipun yang ditemuinya mengenakan busana jas lengkap.
Pro-kontra pun terjadi. Banyak orang yang dekat Bang Zul merasa tersinggung dengan kritikan tersebut. Bahkan, melalui status Facebook, orang dekat gubernur menyampaikan kritikan balasan.
Tanggapan terhadap tulisan tersebut juga datang dari Karo Humas & Protokol Pemprov NTB, Najamuddin Amy. Melalui tulisan, dia mengkritisi pandangan Didu soal busana yang dikenakan gubernur.
Melalui tulisan berjudul “Sepenting Itukah Membahas Gaya Busana Doktor Zul?,” Karo memberikan pembelaan terhadap busana yang dikenakan gubernur.
Menurut Karo Humas, Zulkieflimansyah dan gubernur pendahulunya, M. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), sangat berbeda dalam hal berbusana. TGB yang identik dengan pemimpin kharismatik selalu mengenakan kopiah. Hal itu menurut Karo karena TGB sejak kecil hidup dalam nuansa religi pondok pesantren, tentu berbeda dengan Bang Zul yang mengenyam pendidikan di luar negeri dan bersentuhan dengan peradaban barat, tentu mempengaruhi gaya busana.
“Doktor Zul tidak demikian. Ia berdandan nyaris tanpa pola. Tak jarang ia tampil di acara formal, menjamu pejabat dengan busana kasual. Pernah, ia menjamu Wakil Presiden RI, Boediono yang berkunjung ke Sumbawa, dengan mengenakan kaos polo. Dalam banyak kesempatan, tak jarang ia terlihat menjinjing sendiri sweater hijau yang kerap ia pakai. Padahal, ia memiliki ajudan yang bisa ia perintah untuk membawakannya,” tulisnya.
“Saya meyakini, Tuhan tidak menghinakan pengguna jeans dan sendal. Dia hanya mewajibkan menutup aurat sesuai batasannya. Jeans, jubah atau sirwal bisa dipakai untuk salat selama ia bersih, tidak ketat dan tidak memperlihatkan aurat. Dan, tentu saja tidak diperoleh dari nodong orang,” sambungnya.
Bahkan, Karo juga memberi catatan tentang tokoh-tokoh terkenal yang menggunakan busana ala kadarnya, seperti pendiri Facebook Mark Zuckerberg maupun mantan presiden Amerika Serikat, Barack Obama atau pendiri Apple Steve Jobs. Para tokoh itu menurut Karo berbusana ala kadarnya, karena yang terpenting adalah substansi pertemuan bukan busana yang menjadi hal remeh temeh.
Di akhir tulisanya, Karo meminta masyarakat untuk tidak menilai seseorang dari busana, namun dari kemampuan memajukan warga yang dipimpinnya.
“Hal lain yang saya yakini, seorang pemimpin dinilai dari kemampuannya memajukan kehidupan warga yang dipimpinnya. Bukan dari sendal yang ia pakai ke acara ulang tahun. Orang-orang yang terlalu menganggap serius hal-hal demikian, biasanya hanya pengangguran yang kurang kerjaan,” tandasnya. (M Arif. Radio Arki)