Mataram. Radio Arki – Sejumlah masyarakat Kabupaten Lombok Utara (KLU), yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bhineka Menggugat (ARBM) Nusa Tenggara Barat menggedor Kantor DPRD Lombok Utara, Kamis (12/12).
Kedatangan ARBM mendesak para anggota DPRD KLU, mengungkap kasus dugaan perbuatan melawan hukum dan dugaan persekongkolan merampas lahan masyarakat, yang diduga dilakukan oleh Bupati KLU. Masyarakat juga mendesak Dewan membentuk pansus soal aset milik Pemda KLU.
“Kami menduga Bupati telah melakukan perbuatan hukum persekongkolan jahat dan atau membantu mendiamkan suatu tindak pidana dengan saudari Dende Dewi, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 56 dan 57 KUHP,” ungkap Koordinator Umum Aksi ARBM Andra Ashadi, Kamis (12/12).
Massa juga mendorong Dewan menjalankan fungsi kontrol dalam menyelesaikan persolan-persoalan agraria di KLU. Seperti kasus perampasan tanah rakyat di Dusun Barung Birak, Dusun Pegadungan Desa Sambik Elen. Tak hanya itu, dugaan pencaplokan Tanah Adat Desa Senaru, dan Perampasan Tanah Masyrakat Rempek, tanpa rasa keadilan.
“Ini juga perlu di kontrol oleh Dewan kita. Dimana kuat dugaan ada dukungan Bupati,” kata dia.
Selain itu juga, masyarakat minta kepada Dewan agar mendorong pemecatan oknum pejabat BKSDM KLU dan sanksi pemecatan terhadap Kabag Umum Pemda KLU Dende Dewi Trisna. Pejabat tersebut diduga telah melakukan perampasan tanah rakyat.
“Kami juga menduga ada keterlibatan oknum petinggi Polres Lombok Utara dalam sengketa lahan. Kami juga akan mendesak Polda NTB mengusut tuntas,” tegasnya.
Sebelumnya, warga Bayan meminta lahannya yang dikuasai oknum pejabat Pemda KLU agar dikembalikan. Dimana sengketa lahan antara masyarakat Dusun Pegadungan Desa Sambelen Kecamatan Bayan yang dikuasai oknum Kabag Umum Pemda KLU.
Tanah yang disertifikat pada tahun 1986 atas nama Dende Dewi Trisna tersebut, menurut salah satu warga yakni Made Jaya yang merupakan pejuang tanah tersebut, merupakan milik warga Dusun Pegadungan desa Sambelen Kecamatan Bayan yang digarap puluhan tahun yang lalu, dimulai sekitar tahun 1950.
Semua upaya sudah dilakukan, termasuk dilakukannya mediasi antara pemilik tanah dengan warga masyarakat yang mendiami dan menggarap tanah tersebut.
“Sebelumnya warga pernah melakukan mediasi kepada kedua belah pihak. Namun, mediasi tersebut menemui jalan buntu,” tutur Ketua PHDI Kecamatan Bayan KLU, Made Jaya.
Oleh karena itu, mewakili masyarakat 20 kepala keluarga, Made Jaya meminta kepada pihak yang berwenang untuk mencabut sertifikat atas nama Dinde Dewi Trisna.
“Yang pertama meminta dicabut sertifikat atas nama Denda Dewi Trisna. Selanjutnya, kita serahkan ke pihak yang berwajib,” pintanya.
Selain itu, dirinya juga meminta kepada Bupati KLU untuk hadir menyelesaikan permasalahan tersebut, karena kehadiran Bupati sangat penting untuk memberikan rasa aman dan tenang kepada masyarakat.
“Kita minta juga beliau hadir dalam menengahi permasalahan itu. Kehadiran beliau itu supaya hati masyarakat bisa tenang dan damai, sehingga tidak terusik gara-gara tanah itu dan tidak lagi muncul permasalahan-permasalahan baru,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD KLU, Fajar Marta mengaku akan duduk bersama mencari solusi dalam persoalan ini. Apakah bentuk pansus atau tidak, karena ini merupakan persoalan lama muncul kembali.
“Bayan itu persoalan klasik sehingga perlu duduk bersama dengan Komisi II dan III, karena ada kaitan dengan pariwisata dan dana. Kita berusaha lebih cepat, kita lihat bersama isi surat sebelumnya, seperti apa bentuk surat dikeluarkan Pemda saat itu,” tegas dia.
Soal tudingan Bupati ikut ketirlibatan APH. Dirinya pasti akan duduk bersama mencari tahu letak kalimat perampasan, karena tidak mungkin Pemda merampas lahan masyarakat yang digunakan untuk ibadah.
“Hasilnya akan diserahkan ke pimpinan Dewan. Begitu juga soal dorongan bentuk pansus, jelas akan duduk bersama,” cetusnya.
Sementara itu, Kapolres KLU, AKBP Herman Suriono dikonfirmasi atas dugaan keterlibatan, membantah tudingan terima jatah dari Dende Dewi Trisna. Dimana, kedatangannya saat itu untuk melihat wilayah yang disengketakan hanya untuk menjaga kondusifitas.
“Itu tudingan tidak benar. Kami selaku aparat keamanan datang kesana saat itu untuk melihat dan menjaga kondusifitas masyarakat,” Demikian tutupnya. (M. Arif. Radio Arki)