ARTIKEL

Perda Masker, Apakah Solutif?

Penulis: Yaya Qalbiyah Harisanti, S.Si

Senin tanggal 14 September 2020,  NTB mulai memberlakukan sanksi denda bagi masyarakat dan Aparatur Negeri Sipil (ASN) yang tidak memakai masker di tempat umum. Dilansir dari suarantb.com,  Pemprov NTB telah menyurati semua bupati/walikota supaya melakukan razia masker atau penegakan protokol kesehatan Covid-19 secara serentak di masing-masing wilayahnya mulai hari ini. Seluruh personel Satpol PP NTB dan Satpol PP Kabupaten/Kota akan diterjunkan untuk menegakkan Perda No. 7 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular tersebut. Selain itu, juga dari aparat kepolisian dan TNI serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

Isi Perda Penanggulangan Penyakit Menular menetapkan masyarakat umum yang tidak menggunakan masker di tempat umum bisa dikenakan sanksi denda sebesar Rp 100.000. Aparat Sipil Negara (ASN) yang tidak menggunakan masker di tempat umum, dendanya Rp 200.000. Sementara penyelenggara kegiatan apabila tidak mempraktekkan protokol Covid bisa didenda Rp 250.000.

Antara harapan dan realita, pemberlakuan Perda Masker melahirkan banyak realitas pelanggaran, yang hampir terjadi di setiap daerah. Dari humas NTB menerbitkan laporan bahwa dari  Asisten I Setda Provinsi NTB, Baiq Eva Nurcahyaningsih, M.Si melaporkan bahwa pada hari pertama penegakan sanksi denda bagi masyarakat yang tidak memakai masker, tim di lapangan telah melakukan tindakan terhadap 120 orang pelanggar. Sebanyak 68 orang pelanggar dari Kota Mataram dan Lombok Barat. Dengan rincian sebagai berikut, 58 orang dari masyarakat umum, 8 orang dari kalangan pelajar dan 2 orang dari ASN. Diantaranya 39 orang yang didenda berupa uang, sementara terdapat 29 orang sisanya dikenai sanksi sosial.

Sementara penegakan Perda di Kabupaten Lombok Utara, terdapat 24 masyarakat yang tidak memakai masker saat dilakukan penertiban. Tujuh diantaranya dikenai denda uang, sementara 17 orang lainnya dikenai sanksi sosial. Kemudian penegakan Perda di Kabupaten Lombok Timur, lanjutnya, terdapat 28 orang yang terjaring melanggar. Sebanyak 14 orang dikenai denda uang dan 14 lainnya dikenai sanksi sosial. Selanjutnya penegakan perda di Kabupaten Bima sebanyak 4 orang pelanggar.

Di dalam hariannusa.com mengatakan bahwa  Kabupaten Sumbawa Barat dalam dua hari ini sejak Kamis 17 September dan Jumat 18 September 2020 tercatat puluhan orang diberi sanksi baik sanksi sosial maupun sanksi membayar denda serta teguran karena tidak mematuhi protokol kesehatan.

Realitas di atas menyisakan pertanyaan. Apakah perda masker solutif? Penggunaan masker itu penting sebagai salah satu dari beberapa solusi pencegahan/preventif. Sayangnya, tindakan preventif hanya dilakukan terkait dengan penggunaan masker. Lalu bagaimana dengan kegiatan-kegiatan gang diadakan instansi instansi pemerintah yang  mendatangkan kerumunan massa,atau membiarkan pemilu serentak dimasa pandemi? Tentu publik butuh jawabnnya.

Terkait adanya sanksi denda uang di dalam perda memunculkan masalah baru. Bukankah masyarakat hari ini sudah memiliki banyak beban, ditambah lagi sanksi yang diberlakukan. Untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti panagan,sandang, listrik, masyarakat merasa berat, belum lagi mereka harus menanggung masker sendiri. Masker yang ada pun masih belum mampu mencegah masuknya virus Covid-19 ke dalam tubuh. Di satu sisi mereka tidak bisa berdiam diri menunggu di rumah karena harus bekerja di luar rumah. Antara kesehatan dan ekonomi, masyarakat hari ini dibenturkan dengan dua hal tersebut, demikian juga negara. Sementara negara sendiri , hari ini menuju jurang resesi. Dilematis! Hal ini akan berlangsung secara terus menerus selama aturan yang dipakai aturan buatan manusia, kapitalis sekuler.

Aturan hidup yang diadopsi negara hari  ini adalah aturan terlahir dari pandangan hidup kapitalis sekuler. Pandangan yang menjadikan pencipta Allah Swt hanya sebagai pencipta semata, bukan sebagai pembuat aturan. Orientasi kebijakan termasuk perda yang ada berorientasi materi, memberi denda dengan segudang masalah. Kebijakan tentang kesehatan menjadi tanggungan individu. Sementara negara terus memalak rakyat dengan adanya pajak, iuran bulanan   BPJS, menanggung sendiri kebutuhan SWAB sampai kebutuhan masker. Seberapa pun besar usaha preventif menjadi tidak solutif. Sejak awal sudah diingatkan tentang pandemi Wuhan asal covid-19, masih tetap juga membuka pintu masuk. Begitu masalah melebar, rakyatlah yang menjadi tumbal.

Pandemi ini menuntut kita untuk muhasabah. Sebagaiman di dalam Qur’an surat Ar Rum ayat 41 bahwa telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena kemaksiatan yang dilakukan manusia. Kemaksiatan karena mengabaikan perintah Allah termasuk dalam kebijakan negara mengatur rakyatnya. Muhasabah mengajak kita kembali kepada Allah, kepada aturan Allah sang pencipta juga pengatur kehidupan. Allah menetapkan aturan semua aspek kehidupan, kebijakan yang ada bersumber dari hukum Allah, termasuk masalah kesehatan. Kesehatan dalam Islam adalah salah satu kebutuhan pokok dari 6 kebutuhan pokoh yang lain. Sebagaimana kebutuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, keamanan, dan pendidikan, kesehatan pun harus dipenuhi secara layak. Pandangannya negara menjamin terpenuhi kebutuhan pokok individu per individu secara layak.

Pandemi pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khathab, solusi preventif segera diterapkan. Khalifah menerapkan kebijakan lockdown dan isolasi daerah terjangkit, saat itu di wilayah Amwas, Palestina. Rakyat dipenuhi kebutuhan pokoknya oleh negara. Kebijakan sosial distancing pun diberlakukan. Sementara rakyat di daerah yang lain tetap produktif dan aman melakukan aktivitas yang lain.

Kebijakan kesehatan dalam Islam tidak berdiri sendiri. Kebijakan ekonomi Islam mendukung pembiayan kebutuhan pokok termasuk kesehatan. Pengelolaan kekayaan alam oleh negara seperti tambang akan mendukung pembiayaan kesehatan secara penuh. Tidak ada benturan antara ekonomi dan kesehatan. Setiap kebijakan akan saling bersinergi. Kebijakan kebijakan tersebut hanya bisa diterapkan saat adanya Khalifah, maka sudah saatnya masyarakat mencampakkan kapitalis sekuler. Saatnya memperjuangkan kebijakn yang solutif, kebijakan yang sesuai aturan Allah dalam bingkai Khilafah! Allahu’alam.

Related posts

Mengajarkan Anak Sejak Dini Meneladani Sifat Wajib Rasulullah SAW

“New Normal” : Ancaman Baru Terhadap Hak Kesehatan Masyarakat Indonesia

ArkiFM Friendly Radio

Siswaskeudes sebagai Inovasi dalam Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa

ArkiFM Friendly Radio