“Gelombang penolakan keberadaan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terus terjadi di beberapa wilayah tanah air, tak terkecuali di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).”
Taliwang.Radio Arki- Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Kamis (20/7) siang tadi menggelar aksi turun jalan (Demonstrasi—red), di depan Gedung Graha Fitrah untuk mendukung pemerintah guna membubarkan HTI dan organisasi anti pancasila lainnya.
Koordinator lapangan (Korlap) aksi Yudi Saputra, dalam orasinya mengungkapkan bahwa, PMII dan GP Ansor sepenuhnya mendukung langkah pemerintah yang telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Peraturan itu, menurutnya adalah solusi untuk mengatasi kebuntuan hukum mengenai pembubaran Ormas denan mencabut status badan hukumnya.
“Alhamdulillah, kini pemerintah menerbitkan Perppu Ormas. Dengan ini adalah langkah yang konkrit untuk menjaga nilai-nilai demokrasi dan pancasila kita dari rong-rongan dari bahaya HTI,” ujarnya, yang disambut dengan takbir oleh puluhan massa aksi lainnya.
Dijelaskannya, ideologi HTI dalam pandangan PMII dan GP Ansor bukan berasaskan pancasila, melainkan memiliki doktrinasi khilafah islamiyah. Hal ini, tentu menjadi ancaman serius bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab dalam aktifitasnya, HTI terindikasi kuat ingin mendirikan negara islam di Indonesia.
Lebih lanjut, ia menegaskan Perppu Ormas tidak perlu dikhawatirkan akan mengancam kebebasan berserikat dan berkumpul. Karena terdapat rangkaian atau alasan yang jelas bagi pemerintah untuk melaksanakan amanah Perpu tersebut.
“Dalam konstitusi kita sudah jelas, bahwa Indonesia adalah negara berbhineka, bukan seragam. Maka sudah seharusnya bagi seluruh ormas atau rakyat untuk tunduk terhadap Pancasila dan UUD 45.” Tegasnya.
Menyikapi tuntutan masa aksi tersebut, Wakil Bupati Sumbawa Barat, Fud Syaifuddin dalam tanggapannya, menegaskan akan meninjau kembali semua organisasi masyarakat yang ada di Sumbawa Barat. baik itu ideologi dan aktifitas yang dilakukan, apakah sudah sesuai dengan regulasi yang ada, dan apakah dikatakan sebagai organisasi terlarang.
“Yang jelas kami selaku pemerintah ditingkat bawah akan selalu tunduk dengan UUD 45 dan Pancasila. Kami juga mengapresiasi aspirasi yang disampaikan dengan baik oleh banyak pihask. Dan ini adalah tugas kita bersama dalam menjaga NKRI.” Tegasnya.
Selain itu, dalam kesempatan tersebut wakil Bupati Sumbawa Barat yang didampingi sejumlah jajaran Muspida juga menanda tangani pernyataan sikap terhadap kebijakan penerbitan Perpu tentang Ormas tersebut. Ada beberapa point dalam pernyataan sikap itu, diantaranya adalah pertama, Perpu Ormas adalah ruh untuk menciptakan rasa aman, dan menjaga keutuhan NKRI. Kedua pemerintah akan selalu memperhatikan setiap aktfitas organisasi yang ada di Sumbawa Barat dan akan mengambil tindakan tegas apabila ditemukan adanya praktek anti Pancasila dan mengancam keutuhan NKRI. Ketiga, melakukan evaluasi terhadap seluruh ormas di Sumbawa Barat, dan terakhir yaitu membangun sinergitas bersama seluruh elemen masyrakat untuk menjaga keutuhan NKRI, penyebaran ancaman Radikalisme, intoleransi dan tindakan yang mengarah pada anti Pancasila.
Seperti diketahui, perdebatan tentang terbitnya Perpu tentang Ormas dan Pembubaran HTI memang saat ini cukup menjadi tranding topik pada sejumlah media nasional. Apalagi seorang guru besar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra juga ikut ambil bagian dengan sikapnya yang membela HTI dan menolak Perpu Ormas tersebut. Sebagai ketua tim pembela HTI, ia menilai bahwa kebijakan pemeritah sangat arogan dan tidak sesuai dengan konsitusi.
“Ini sesuai Pasal 28 Undang-Undang Dasar tentang kebebasan berserikat dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi masyarakat,” ujar Yusril, seperti dikutip tempo.co, 23 Mei 2017 lalu.
Selain itu, pada beberapa media lainnya, ia juga berpendapat bahwa tidak cukup alasan bagi Presiden untuk mengeluarkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang ormas itu dengan tujuan mempermudah pembubaran ormas di luar yang ditentukan Undang-Undang Ormas Nomor 17 Tahun 2013.
“Jadi, kalau kita membaca konstitusi, jelas bahwa peraturan pemerintah di dalam undang-undang itu diterbitkan dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa. Sekarang kepentingan yang memaksa itu apa? Tidak jelas.” Tegasnya, (11/7) seperti dikutip www.detik.com. (Moerdini/Unang Silatang. Radio Arki)