“Dermaga labuan lalar yang telah menelan anggaran milyaran rupiah telah mulai dioperasikan. Sebelumnya, dermaga itu telah mulau digunakan untuk kapal penumpang, tetapi belakangan dermaga itu justru digunakan untuk bongkar muat batu bara. Aktifitas inilah yang kemudian diminta untuk ditinjau kembali oleh warga setempat.”
Sumbawa Barat. Radio Arki- Sejumlah warga desa Labuan Lalar kecamatan Taliwang, Sabtu (13/10) siang tadi, kepada media ini menegaskan, pemerintah daerah harus segera menghentikan penggunaan dermaga Labuan lalar untuk bongkar muat batu bara, karena berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar dan kesehatan warga setempat.
“kami bukannya tidak mendukung program pemerintah. Tetapi kalau dilihat dampaknya (bongkar muat batu bara) itu justru sangat berbahaya. Karena debu dari aktifitas bongkar muat itu beterbangan ke arah pemukiman kami dan menempel di sampan ataupun rumah,” ujar kepala Dusun Wara A Desa Labu Lalar, Jayadi Ismail, kepada media ini.
Meski demikian, Ia mengaku bahwa aktifitas bongkar muat itu memang telah dikomunikasikan oleh otoritas pemerintah daerah kepada warga setempat, dengan alasan sebagai uji coba. Dan penggunaan bongkar batu baru itu dilakukan selama lima tahun untuk keperluan PLTU di Kertasari. Namun, melihat dampak yang sangat buruk, dimana debu batu bara yang berterbangan ke pemukiman. Maka warga meminta agar pemerintah daerah menghentikan aktifitas atau mencari solusi lain.
“ada dinas perhubungan, dan juga pihak PLN yang datang untuk mensosialisasikan bongkar muat belum lama ini. Tetapi katanya ini uji coba, jadi kami minta ini segera dihentikan.”Bebernya.
Pantau media ini, aktifitas bongkar muat batu bara di dermaga Labuan lalar hanya berjarak ratusan meter dari pemukiman warga. Sementara itu pengangkutan batu bara itu menggunakan alat berat jenis exapator yang kemudian dimasukkan dalam truck. Dalam proses tersebut, terlihat jelas debu yang berterbangan sampai ke pemukiman warga Labuan lalar.
Bukan hanya itu, debu atas aktifitas bongkar muat tersebut juga membuat air laut diseputaran dermaga ke-hitam-an. Hal inilah yang dikhawatirkan warga setempat akan berdampak kepada tercemarnya lingkungan dan menggangu kesehatan.
“kan lucu kita punya program BPJS, tetapi justru kita biarkan penyebab sakitnya !?. Kami segera akan rapat dan meminta agar pemerintah desa menyikapi ini dengan menyurati pemerintah daerah untuk menghentikan aktifitas bongkar muat tersebut.” Tegasnya.
Sementara itu, Zainuddin (64) yang juga warga setempat, mengaku sangat terganggu dengan aktifitas tersebut. Bukan hanya menempel di dedaunan, tetapi di rumah warga juga terlihat jelas debu itu menempel. Untuk itu, iapun berharap hal yang sama agar aktifitas bongkar muat batu baru itu dihentikan.
“Di sampan juga ada (debu menempel). Rumah dan dedaunan juga terlihat jelas.” Pungkasnya, sembari menunjukkan debu yang menempel di sampan warga.
“coba dilihat, ini baru seminggu penggunaannya. Bagaimana setahun atau lima tahun, maka kami yakin akan berbahaya bagi kami. Jadi kami minta pemerintah hentikan.” Tukasnya.
Bukan hanya persoalan penggunaan dermaga, warga setempat juga mempertanyakan dokumen perijinan yang dimiliki perusahaan untuk bongkar muat di dermaga tersebut.
“kami ragu mereka (peerusahaan) punya ijinnya. Karena setahu kami dermaga itu untuk dermaga penumpang bukan untuk bongkar muat. Maka kami desak agar pemerintah tegas, dan tidak memanfaat keadaan tersebut untuk menghalalkan proses bongkar muat yang justru berbahaya bagi kesehatan warga.”demikian, Abbas Kurniawan, yang juga warga setempat.
Sementara itu, pemerintah daerah melalui kepala dinas perhubungan yang berusaha dikonfirmasi belum memberikan keterangan apapun. (Unang Silatang. Radio Arki)