Mataram. Radio Arki – Kinerja setahun pemerintahan Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah dan Wagub NTB Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah banyak mendapat kritik dan sorotan.
Selain program kerja yang dilakukan sepanjang 2019 ini dinilai tidak selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), beberapa hal lain yang diduga melanggar aturan juga membuka peluang Gubernur menerima impeachment atau permakzulan, dan juga sanksi “disekolahkan”.
Hal tersebut mencuat dalam Diskusi Publik Mi6 bertajuk “Kilas Balik Satu Tahun Zul-Rohmi”, Kamis malam ( 19/9) kemarin, di De-Lima Cafe, Kota Mataram yang dihadiri ratusan peserta dengan moderator Hasan Massat
“Masalah pengiriman mahasiswa NTB ke Chodang (Korea Selatan) dan alihfungsi Terminal Haji menjadi Balai Latihan Kerja, ini sudah ada persetujuan Dewan belum? pernah dilaporkan tidak?. Kalau tidak maka tidak ada alasan, dewan (DPRD NTB) bisa meng-impeachment Gubernur,” kata Ketua Suaka NTB, Bustomi Saefuri yang akrab disapa Omi.
Omi memaparkan, dana yang digunakan untuk memberangkatkan belasan mahasiswa NTB ke Chodang University di Korea Selatan bersumber dari dana CSR (Corporate Social Responsibility).
Penggunaan dana CSR menurut dia, wajib hukumnya dilaporkan dan atas persetujuan pihak DPRD NTB.
“Kalau dana CSR digunakan tanpa persetujuan dewan, maka sudah termasuk contempt of parliament (penghinaan terhadap dewan). Pernah dilaporkan tidak?, kalau tidak maka dewan berhak impeachment,” tegasnya.
Ia memaparkan, kasus Chodang juga terindikasi mal administrasi sesuai hasil investigasi Ombudsman NTB.
“Jadi jangan main-main dengan hasil investigasi Ombudsman. Maladministrasi ini melengkapi ketidaktahuan Gubernur atas tugasnya. Maka tidak ada pilihan lain selain di-impeach, atau ada juga aturannya sekolahkan Gubernur yang tidak paham (aturan),” tukas Omi.
Selain kasus Chodang, ia juga mempertanyakan alihfungsi Terminal Haji NTB di kawasan Bandara Internasional Lombok (BIL) yang sudah dialihfungsikan sebagai Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) yang dikelola pihak swasta.
“Ada cukup banyak sebenarnya yang harus disoroti. Tapi saya tidak komentar lagi, karena Gubernur ini tidak bekerja sebenarnya,” katanya.
Sementara itu anggota DPRD NTB, H Ruslan Turmuzi mengatakan, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memang mengatur ketaatan kepada aturan.
“Ketika ada temuan atau pelanggaran (terhadap aturan) maka Mendagri berhak memberi sanksi berupa teguran, dengan cara disekolah tiga bulan, dan diberikan pendidikan khusus,” kata Ruslan Turmuzi.
Menurutnya, dari kilas balik satu tahun pemerintahan Zul-Rohmi sepanjang 2019 ini ada beberapa peraturan daerah yang tidak diikuti.
Misalnya, Perda Percepatan Jalan tahun 2018 yang tidak boleh lebih dari 2018.
“Tetapi setelah kita (DPRD NTB) anggarkan, (jalan) tidak terealisasi. Itu menjadi hutang pada pihak ketiga, tapi tidak diakui jadi hutang. Alasannya kemampuan keuangan daerah. Namun, Silpa 2018 tercatat Rp286 Miliar, artinya beban hutang yang Rp58 Miliar (sebenarnya) bisa dibayar,” tegasnya.
Selain itu Bansos kepada masyarakat yang sudah tanda tangan kwitansi dan NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) sebesar Rp8,5 Miliar tidak terbayar.
“Kemudian setelah mencuatnya kasus ini dan Polda atensi, maka sekarang dirumuskan kembali untuk mengganti (Bansos) itu di tahun 2019,” jelasnya.
Terkait kasus Chodang dimana mahasiswa NTB diberangkatkan dengan dana CSR, menurut Ruslan memang sudah ada persetujuan DPRD terhadap kerjasama.
“Tetapi kita tidak dilampirkan rencana kerjasama, hanya LoI (Letter of Intent) saja yang dilampirkan,” katanya.
Ruslan menilai, program beasiswa ini seharusnya untuk tahun 2020 tapi dilaksanakan 2019, sehingga dananya tidak dialokasikan dalam persediaan di APBD 2019.
“Lalu dia (Gubernur) siasati pembiayaan melalui pola pinjaman Bank NTB Syariah dan CSR. Masalahnya kita tidak tahu CSR-nya di mana. Persoalan kerjasama tidak ada perjanjian Mendagri juga. Saya khawatir ini Rp1,8 miliar uang sumbernya dari Bank NTB Syariah, bagaimana pola perikatan pinjaman dan dibebankan pada mahasiswa. Ini siapa yang tanggung jawab?,” beber Ruslan Turmuzi
Ia menekankan, DPRD NTB sudah meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB untuk mengatensi masalah ini.
Secara umum, Ruslan menilai program kerja Zul-Rohmi selama setahun pemerintahan juga tidak mencerminkan apa yang tertuang dalam RPJMD NTB.
Diskusi Kilas Balik Setahun Kepemimpinan Zul-Rohmi yang digagas Lembaga Kajian Politik M16, menghadirkan sejumlah narasumber seperti Anggota DPRD NTB, H Ruslan Turmuzi, Mori Hanafi, Lalu Pahrulrozi , Wahidjan Aktiviw Serikat Tani NTB, mantan anggota DPRD NTB Nurdin Ranggabarani dan Staf Khusus Gubernur, Farid Tolomundu
Farid Tolomundu mengatakan, kritik dan sorotan terhadap kinerja pemerintahan Zul-Rohmi di tahun pertama ini akan menjadi saran dan masukan yang konstruktif bagi NTB ke depan.
“Waktu 1 tahun ini kan sebagai perkenalan. Saya dan semua teman yang hadir ini sama-sama belajar memahami dan mengenal Zul-Rohmi. Ini kritis tapi juga konstruktif. Biar kita bisa membangun tradisi demokrasi yang santun,” katanya.
Menurut dia, terlepas dari kekurangan dan kelebihannya selama setahun memimpin NTB, Zul-Rohmi punya sesuatu yang baru.
“Di zaman Dr Zul ini, semua orang bicara hampir tanpa rasa sungkan terhadap pemimpinnya. Gubernur ini orang yang sangat terbuka. Tentu semua kritik dan masukan konstruktif akan didengar,” ujarnya.
Ia menambahkan, sosok Dr H Zulkieflimansyah merupakan politisi, akademisi, dan juga punya jiwa bisnis yang handal.
“Saya ada satu bayangan di tahun-tahun berikutnya Dr Zul memperlihatkan apa yang selama ini menjadi merk dagangnya. Beliau orang yang pandai cari duit. Bagaimana dia bisa cari duit Jakarta untuk menambah APBD NTB. Kita tahu rekam jejak beliau,” katanya.
Farid menekankan, dalam pasangan pemimpin NTB, Zul-Rohmi ini, juga ada sosok Wagub yang tekun bekerja dan jauh dari hiruk pikuk.
“Ada Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah. Kita punya satu sosok perempuan yang jadi Wagub NTB, yang satu tahun ini bekerja tekun, beliau sangat detil mempelajari hal teknis. Ini perlu kita apresiasi karena Wagub kita bisa melengkapi dalam tanda kutip, kekurangan Gubernur,” pungkasnya. (M Arif. Radio Arki)