Catatan Didin Maninggara
Rabu 15 Oktober 2019 pukul 13:10 wita, saya tiba di Bandara Internasional Lombok (BIL) dari Bali. Di perjalanan, saya ditelepon Bung Nuri untuk bertemu di sebuah cafe di depan Mataram Mall.
Udara Kota Mataram cerah. Tapi di lobi Giggle Boks Cafe, seteduh bincang santai kami bersama Bung Nuri, Aminuddin (Pemimpin Redaksi PosKota NTB) dan Bung David, sang aktivis.
Perbincangan kami berempat seputar Pilwalkot Mataram dan menyentuh selintas ihwal Pemerintahan Zul-Rohmi yang sudah satu tahun berjalan dengan segala tantangannya.
Membincangkan Pilwalkot Mataram, Bung Nuri yang bernama lengkap Haji Subuhunnuri mengatakan kontestasi politik di kota ini berjalan seperti air mengalir. Tapi, lanjutnya, ada bibit yang berpotensi mengganjal jika calon tertentu salah memilih pasangan wakilnya.
Bung Nuri kader loyalis PAN NTB, dikenal sebagai politisi muda yang inspiratif, dalam perspektif politik NTB, khususnya Kota Mataram bukanlah orang biasa, meski ia tetap menyebut dirinya orang biasa.
Karena itulah, suami terkasih Sri Muamalah ini, konsisten dengan sikap dan komitmennya, yaitu ingin membawa warga kota hidup sejahtera dan menyenangkan. Konsepsi narasi inilah yang menggugah dirinya ingin maju di Pilwalkot 2010.
Keinginannya diapresiasi oleh Amin. “Saya akan berjuang jika Bung Nuri menjadi calon wakil petahana H. Mohan yang sekarang Wakil Walikota Mataram,” ucap Amin.
Perbincangan beralih pada pemerintahan Zul-Rohmi, Gubernur dan Wakil Gubernur NTB yang sudah berjalan satu tahun.
Kami sependapat, bahwa pasca Pilkada NTB yang dimenangkan pasangan Zul-Rohmi, konstalasi politik NTB tak ada lagi kubu-kubuan dari pendukung tiga pasangan yang kalah. Yakni, Suhaeli-Amin, Ahyar-Mori dan Ali BD-Sakti.
“Gubernur dan Wakil Gubernur adalah milik seluruh warga NTB, bukan milik para pendukungnya, apalagi milik segelintir orang tertentu,” tegas Bung Nuri, menutup bincang santai tepat pukul 17:20 Wita.