Mataram-Guru besar hokum tatanegara, Prof. Mahfud MD, belum lama ini, menilai bahwa inkonsistensi penegakan hokum adalah penyebab dari munculnya paham radikalisme dan krisi. Karena kelompok radikalisme adalah bermula dari kelompok kecil yang bersatu dan kemudian menjadi besar.
“dalam analisa saya, keberagaman yang ada di Indonesia, bukanlah penyebab radikalisme. Justru ketidak adilan dan penegakan hukumlah yang menjadi factor kemunculan kelompok kelompok radikal,” ujarnya, saat memberikan sambutan pembukaan kegiatan Temu KAHMI Nasional, di mataram, belum lama ini.
Pertama, mereka (kelompok radikal) adalah kelompok kecil, lanjutnya, terus mereka mendapat pengikut oleh karena adanya penegakan hokum yang tidak baik. Untuk itu, perlu penegakan hokum yang kuat.
Mantan Ketua Mahkamah Konstusi (MK) itu mengungkapkan, penegakan hokum, keberagaman dan kebersatuan, serta mengawal demokrasi adalah prinsip untuk menciptakan tata kelola pemerintahan berdasarkan konsep masyarakat madani. dan indonesia adalah Negara yag telah diakui dunia sangat toleran dalam keberagaman tersebut.
Setidaknya Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan jumlahkepuluan mencapai 17.508 dan 1.128 suku bangsa. Dan hanya dengan demokrasi keberagaman itu bisa dipersatukan.
“modal ini tidak dimiliki Negara lain, itulah kenapa Indonesia menjadi laboratorium kebergamaan dari negara Negara lain,” ujarnya
Lebih lanjut ia menyatakan, dengan demokrasi maka berbagai kelompok minoritas, itu bisa menyatakan aspirasi politiknya, didengarkan dan menjadi keputusan bersama.sementa itu, Mahfud yang juga ketua presidium KAHMI (Korps Alumni HMI) Nasional menegaskan bahwa, perbedaan dalam keberagaman hanya akan bisa dirawat dengan adanya penegakan hokum yang tegas.
“demokrasi tanpa penegakan hukum itu liar, dan penegakan hokum tanpa demokrasi itu elitis dan bersifat sepihak,” demikian, Mahfud. (US-ArkiRadio)