Foto: Anggota KPU NTB Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Parmas dan SDM, Agus Hilman. (Ist)
Mataram. Radio Arki – Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang Nomor 6 tahun 2020 masih berpotensi akan direvisi kembali.
Wacana revisi undang-undang Pilkada itu, mengingat pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi mengkhawatirkan bagi masyarakat. Pilkada sebagaimana biasa dilakukan dengan metode pemungutan surat suara melalui TPS.
Agus Hilman mengatakan, wacana perubahan metode pelaksanaan Pilkada diakui memang masih dikaji ditingkat Pusat. Meski masih tarik ulur terkait revisi aturan Pilkada terbaru, setidaknya ada beberapa metode yang disiapkan. Seperti Kotak Suara Keliling (KSK) yang sebelumnya biasa digunakan bagi para Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri dibolehkan. Kemudian rekapitulasi hasil penghitungan suara dilaksanakan elektronik, dan kampanye dilakukan dalam bentuk daring.
Metode ini menjadi alternatif dilakukan. Di NTB misalnya bagi pemilih yang takut pergi ke TPS, atau pemilih yang positif Covid-19 maupun yang sedang menjalani isolasi mandiri.
“Masalah tekhnis seperti ini memang belum di atur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2020 tentang Pemilukada. Di Perppu sebelumnya hanya perubahan jadwal pemilihan saja. Yakni pergeseran atau penundaan pemilu di bulan Desember mendatang,”beber Anggota KPU NTB Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Parmas dan SDM, Agus Hilman beberapa hari lalu kepada media ini.
Pertimbangan revisi PKPU pada Pilkada tahun ini, tentu untuk memperhatikan pembatasan kegiatan kampanye yang berpotensi memicu kerumunan massa. Misalnya berupa pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum terhadap protokol Covid-19.
Di undang-undang Pemilu kata Agus, sebenarnya sudah ada aturan khusus bagi pemilih yang dalam keadaan sakit bisa melakukan penyoblosan di rumah Sakit.
Simalakama, jika Pilkada dilaksanakan pemilihan melalui TPS keliling. Maka posisi penyelenggara Pemilu juga harus diperhatikan, sama-sama dalam keadaan mengkhawatirkan.
“Kita harus memperhatikan pososi penyelenggara. Kalau dilakukan dengan KSK. Pertama penyelenggara tentu akan datangi satu-satu pemilih. Baik yang sehat maupun yang di isolasi mandiri. Artinya nasib mereka dan keluarga sama-sama dipikirkan,”bebernya.
Sebagai informasi pembahasan penerapan medote baru untuk Pilkada tahun ini, masih dalam pertimbangan penerbitan Perppu atau revisi PKPU Pilkada 2020. (Arif. Radio Arki)