Oleh: Dri Fia Yulanda (Ketua Umum KOHATI Cabang Mataram)
Pemilu adalah pembangunan politik secara kolosal sekaligus fundamental untuk keberlangsungan demokrasi dalam suatu negara. Karenanya, pemilu harus sedapat mungkin direncanakan dengan matang walaupun dilakukan secara berkala pada lima tahun sekali. Indonesia dalam sejarahnya mengadakan Pemilu serentak dengan dilakukannya pemilihan presiden dan wakil presiden, DPD RI, DPR RI, DPRD tingkat provinsi dan DPRD tingkat kabupaten/kota merupakan pemilu terbesar yang diselenggarakan pada tahun 2019 lalu. Kini telah masuk dalam fase persiapan untuk menyambut pemilu 2024, tentu menjadi PR besar dalam pemilu mendatang dikarenakan memiliki dinamika yang lebih kompleks serta banyak catatan-catatan yang harus dibenahi dari hasil pemilu pada 2019, sebut saja seperti banyaknya KPPS yang meninggal dunia juga harus menjadi perhatian yang serius.
Pemilu 2024 kabarnya telah ditetapkan oleh tim dari komisi II DPR RI bersama dengan KPU telah menyepakati bahwa jadwal Pemilu Presiden dilakukan pada Rabu, 28 Februari 2024 dan Pilkada serentak pada Rabu, 27 November 2024, sehingga dikabarkan juga bahwa tahapan pemilu akan dimulai pada Maret 2021. Sebelum ditetapkannya jadwal tersebut, sempat menuai persoalan dikarenakan batal direvisinya UU Pilkada dan UU Pemilu.
Bicara mengenai kesiapan dari beberapa elemen yang harus mengambil ancang-ancang dalam kontestasi pemilu, sebut saja seperti penyelenggara pemilu, yaitu Bawaslu dan KPU, begitu juga dengan peserta pemilu, yaitu partai politik yang akan terlibat dalam pemilu mendatang. Seluruh pihak tentunya sudah mengambil langkah-langkah untuk mempersiapkan penjaringan serta penguatan jejaring sudah semakin intensif dilakukan, sebut saja seperti sudah terdapat nama-nama yang masuk dalam radar yang memiliki potensi untuk maju pada pencalonan presiden dan wakil presiden.
Persiapan dari pada elemen-elemen yang akan terlibat tentunya sudah mengambil ancang-ancang. Tiga tahun bukanlah waktu yang panjang untuk menyelesaikan banyaknya kepincangan-kepincangan yang telah terjadi pada pemilu sebelumnya. Penyelenggara pemilu harus mampu menciptakan resolusi yang lebih relevan. Pemanfaatan teknologi tentu bisa saja menjadi jawaban dari keresahan belasan persen surat suara yang tidak digunakan pada pemilu 2019 lalu yang alasannya bisa saja karena tidak bisa menggunakan atau tidak ingin menggunakan hak pilih karna terlalu banyak yang harus dipilih. Persoalan kertas suara yang harus disederhanakan mungkin bisa dilakukan menggunakan aplikasi dengan sistem e-voting.