Ada Indikasi Mark up
“protes pembebasan tanah untuk jalan baru KTC –Telaga terus bergulir, selain melakukan penolakan dilapangan, warga juga melakukan berbagai upaya untuk memperjuangan haknya tersebut. “
Sumbawa Barat. Radio Arki- Melalui dokumen resmi bernomor 007/SRT/0017.2018/mtr-09/IV/2018 tentang hasil pemeriksaan atas laporan pembebasan lahan KTC-Telaga Baru Ombudsmen RI perwakilan NTB mengindikasikan adanya maladministrasi dalam proses pembebasan lahan tanah tersebut. Meski demikian lembaga yang focus untuk mengawasi tentang pelayanan public itu berkesimpulan tidak dapat melanjutkan pemeriksaan, karena telah terdapat penitipan barang di pengadilan.
“berdasarkan hal tersebut ombudsmen RI tidak berwenang untuk melanjutkan pemeriksaan atas laporan saudara pelapor hal ini sesuai dengan pasal 36 ayat (1) huruf UNdang Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsmen RI.” Jelas ombudsmen RI dalam dokumen laporan Akhir Pemeriksaan, yang ditanda tangani langsung ketua ombudsmen RI NTB, Adhar Hakim, SH., MH, tertanggal 7 Mei 2018 lalu.
Sebelumnya dalam laporan akhir pemeriksaan tersebut, menyebutkan bahwa pemeriksaan tersebut dilakukan karena adanya laporan salah seorang warga setempat. Sementara itu dalam dokumen resmi tersebut, Ombudsmen juga menjelaskan pandangannya tentang indikasi maladminstrasi dalam proses tersebut. Pertama, indikasi maladministrasi dalam proses undangan sosialisasi pembagunan jalan KTC-Telaga Bukan hanya itu, potensi maladminstrasi juga terdapat dalam proses penerbitan surat undangan terkait negosiasi harga tanah untuk untuk pembangunan jalan tersebut. (BACA : http://arkifm.com/4671-warga-protes-dan-halangi-ekskusi-lahan-pembangunan-jalan-ktc-telaga.html)
Ada Indikasi Mark Up
Sementara itu salah seorang warga pemilik lahan, Joni Arianto menegaskan, bukan hanya indikasi maladministrasi, tetapi juga ada indikasi mark up dalam proyek pembebasan lahan untuk akses jalan baru KTC-Telaga Baru tersebut. Karena ada perbedaan harga yang telah ditetapkan tim appraisal (penilai harga lahan) dan pembayaran yang dilakukan pemerintah daerah. Maka dari itu, kata Joni, pihaknya telah mendesak agar pemerintah daerah mau memberikan rincian hasil perhitungan appraisal.
“waktu kami ketemu di (kantor) DPRD, jelas sekali perbedaan penentuan nilai oleh appraisal dengan yang dibayarkan pemda. Seperti bapak Hasan Husni, dalam berita kesepakatan mereka dibayar Rp 124 juta, tetapi justru harga yang ditentukan appraisal ternyata hanya Rp 99 Juta.”ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga menyayangkan sikap pemerintah daerah yang seolah melakukan upaya untuk mengelabui sejumlah warga yang menjadi pemilik lahan tersebut. Karena tidak pernah ada undangan sosialisasi tentang pembebasan lahan terseut.
Menanggapi hal tersebut, M. Endang Arianto, kepala bagian Pemerintahan Sekteretariat daerah KSB yang dikonfirmasi saat persiapan kedatangan presiden RI, Rabu (17/10) sore tadi, di gedung graha fitrah, mengaku telah melakukan semua proses dengan benar. Termasuk penentuan harga dan pelaksanaan pembebasan secara keseluruhan.
“kemarin pada saat di pengadilan appraisal juga sudah menyebutkan tentang penetapan harga oleh aprisaial. Jadi saya rasa tidak ada perbedaan. Dan dalam gugatannya pemohon juga tidak pernah menggugat tentang. Mereka juga tidak perna menggugat tentanng nilai, selain tentang indikasi proses, dan masalah ini sudah final makanya kmai mohon dieskusi.”Demikian, tutup endang (Unang Silatang. Radio Arki)