Perempuan dilahirkan untuk menjadi perempuan. Tindakan dikriminasi, marginalisasi, double burden, streotyping dan kekerasan terhadap perempuan adalah kejahatan kemanusiaan yang merendahkan harkat dan martabat manusia. Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mencatat, selama tahun 2018 telah terjadi 406.178 kasus. Kekerasan di ranah personal masih menjadi angka yang sangat mengkhawatir, mengingat bahwa relasi personal adalah relasi yang cenderung harus selalu saling menjaga dan melindungi.
Kekerasan di ranah personal didominasi oleh kekerasan fisik sebanyak 3.951 kasus (41%), kemudian kekerasan seksual sebanyak 2.988 kasus (31%), kekerasan psikis sebanyak 1.638 kasus(17%) dan kekerasan ekonomi sebanyak 1.060 (11%). Kekerasan seksual diranah private menemukan hal baru, yaitu kekerasan dalam pacaran menduduki peringkat pertama sebanyak 1.670 kasus. Meningkatnya kasus-kasus incest (kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah, paman, kakak, adik atau hubungan sedarah lainnya), sepanjang tahun 2018 telah terjadi sebanyak 1.071 kasus incest. Kasus kekerasan marital rape atau kekerasan seksual terhadap istri atau perkosaan dalam perkawinan terus terjadi dan menyebabkan istri terus mengalami penderitaan karena perlakuan hubungan seksual yang tidak manusaiwi, Catahu Komnas Perempuan mencatat terdapat 97 kasus yang dilaporkan. Fenomena lain yang ditemukan adalah semakin meningkatnya kekerasan dalam pacaran berbasis cyber dengan bentuk kekerasan yang beragam seperti revenge porn, malicious distribution dll, tahun 2018 terjadi sebanyak 97 kasus cyber dan angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Semakin tingginya laporan kekerasan seksual yang dilaporkan juga memberi arti bahwa tingkat kesadaran dan keberanian korban dalam melaporkan kasus-kasus kekerasan semakin banyak. Dukungan dari keluarga dan komunitas tentu bisa menjadi faktor pendukung dari hal ini. Meningkatnya angka kekerasan seksual di ranah personal juga memberi arti bahwa semakin menyempitnya ruang aman bagi perempuan. Bahkan hubungan suami istri, hubungan kekerabatan keluarga juga hubungan dalam pacaran menjadi hubungan yang mengancam keamanan perempuan untuk hidup aman sebagai manusia. Sebab itu, atas berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia, negara harus memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum hukum untuk menangani korban dan pelaku. Kepada semua elemen negara, baik legislatif, eksekutif dan yudikatif untuk segera dapat mengakhiri impunitas serta pembiaran atas sejumlah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual. Karena itu, pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi undang-undang menjadi jalan untuk memberikan keadilan kepada korban dalam memenuhi hak-hak korban dan juga pemidanaan untuk pelaku.
Tahun 2019 adalah tahun politik. Momentum ini menjadi momentum penting bagi kaum perempuan untuk membangun posisi tawar dalam pembangunan bangsa, dengan membangun dan menciptakan keberpihakan terhadap kaum perempuan. Atas berbagai kasus kekerasan, terutama kekerasan seksual, kaum perempuan perlu menyusun agenda politiknya secara strategis dalam menyongsong pemilu 2019. Agenda ini menjadi agenda untuk menguji sensitifitas publik, baik bagi pemilih perempuan juga bagi para calon anggota legislatif tentang bagaimana keberpihakan mereka terhadap kepentingan perempuan. Mengingat tingkat kerentanan perempuan untuk menjadi korban kekerasan seksual juga keterbatasan hukum dalam mengenali jenis dan bentuk kekerasan seksual yang dialami perempuan korban, maka agenda strategis politik perempuan perlu diarahkan untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Keterlibatan pemilih perempuan dalam mendorong agenda ini sangat penting, dengan jumlah DPT perempuan yang mencapai angka 96.557.044. Pemilih perempuan perlu menggalang dan membangun kekuatan kolektif untuk mendorong keberpihakan pemangku kebijakan terhadap kepentingan keghidupan perempuan hari ini dimasa yang akan datang. Selain itu pemilih perempuan, para calon anggota legislatif perempuan juga berperan penting dalam mewujudkan kebijakan-kebijakan yang yeng berpihak terhadap perempuan. Sebab itu, peran-peran strategis ini harus dilakukan mulai sekarang baik oleh pemilih perempuan maupun calon legislatif perempuan dalam mewujudkan agenda politik strategis perempuan untuk menghapuskan kekerasan seksual dengan mendorong segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Selamat Hari Perempuan Internasional!!!
Penulis,
Mutya Gustina
‘Si Biji Kopi’